Home » » Memberdayakan Orang Lain

Memberdayakan Orang Lain

Oleh: Pak Oles
Menjadi pemimpin memang susah, harus bisa memberdayakan orang lain. Artinya seorang pemimpin harus bisa membuat orang lain berdaya, mengeluarkan segala potensi yang dimilikinya untuk mencapai tujuan kelompok atau organisasi. Seorang pemimpin tidak saja harus pintar dan menguasai bidang yang digelutinya, tapi juga harus bisa bekerja sama dengan anggota kelompoknya, untuk mencapai hasil yang maksimal.
Ada pemimpin yang lahir karena didorong dan ditarik. Pemimpin yang didorong lahir karena didorong-dorong oleh teman dan anggotanya, karena di dalam kelompoknya tidak ada yang mau menjadi pemimpin, tidak ada yang mau berkorban untuk memajukan kelompoknya. Mereka mengharapkan ada orang lain yang bisa didorong menjadi pemimpin. Pemimpin yang didorong tidak merasa bertanggung jawab terhadap kemajuan organisasinya dan tidak bisa memberdayakan anggota kelompoknya. Pemimpin itu akan menyalahkan anggotanya, kenapa mereka memaksa dirinya menjadi pemimpin, sampai mendorong-dorong segala, sehingga dia mendapatkan musibah untuk selalu berkorban demi kepentingan anggota kelompoknya.
Pemimpin yang lahir karena ditarik bertanggung jawab terhadap yang menariknya, bukan terhadap bawahannya. Biasanya kekuatan yang menarik itu berasal dari lingkaran kekuasaan dan koneksi. Karena kedekatan seseorang dengan kekuasaan dan koneksi, seseorang bisa menjadi pemimpin yang ditarik. Pemimpin yang ditarik ini hobinya menjilat atasan agar selamat dan menginjak bawahan agar mendapat untung. Tentu saja saat lingkaran kekuasaannya atau koneksinya melemah, dia akan jatuh.
Pemimpin yang didorong dan ditarik selalu membikin dongkol bawahannya, karena dia memang mendongkolkan. Sebut saja seorang kepala desa yang lahir karena didorong atau ditarik. Seorang kepala desa harus rajin, kreatif, berani, bertanggung jawab, menjadi panutan dan rela berkorban untuk kemajuan desa dan warga desanya. Kepala desa yang didorong akan selalu cuek, “habis gua didorong-dorong sih! Untung gua mau. Kalau soal fasilitas jabatan gua nikmatin aja,” katanya.
Kepala desa yang ditarik selalu memakai jurus selamatkan diri ke atas. Biasanya penampilan kepala desa yang ditarik dari segi tongkrongannya seratus persen oke, tapi tanggung jawabnya ke bawah tergantung bos yang menariknya. Kepala desa itu akan selalu membuat konflik di desanya, karena warganya terbelah menjadi dua kubu, yaitu kubu penjilat dan kubu tertindas. Kubu penjilat menikmati fasilitas, kubu tertindas tersingkirkan.
Kepemimpinan itu harus muncul dari dalam hati, bukan karena didorong atau ditarik. Pemimpin yang didorong dan ditarik pasti kandas di tengah jalan, karena masalah-masalah yang harus diselesaikan ditunda dan dihindari. Akibatnya, masalah besar akan menimpanya suatu hari. Pemimpin yang memiliki niat untuk menjadi pemimpin mempunyai kekuatan karena tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Kalau kita ingin memilih pemimpin, tanyakan dulu niatnya, apakah dia ingin menjadi pemimpin karena hatinya ingin bertanggung jawab, atau karena ditarik atau didorong. Caleg-caleg yang ingin menjadi pemimpin mungkin sudah mengetahui jawaban di dalam hatinya masing-masing, walaupun yang terucap adalah demi masyarakat. Apakah mereka ingin menjadi pemimpin karena hati, didorong teman atau ditarik partai? Mudah-mudahan mereka menjadi pemimpin karena dorongan hatinya, sehingga mereka bisa melakukan tugasnya untuk kemajuan masyarakat, kalau tidak, tentu hasilnya akan mengecewakan masyarakat.
Pemimpin yang didorong dan ditarik tidak bisa memberdayakan orang lain, karena dirinya sendiri tidak berdaya, tidak memiliki kekuatan dari dalam dirinya sendiri, hasrat dan tanggung jawabnya lemah. Dia memang benar-benar pemimpin yang loyo. Kalau dirinya sendiri loyo, bagaimana bisa membuat orang lain kenceng? Hasrat dan tanggung jawab sebagai pemimpin harus muncul dari dalam hati. Kalau hatinya sebagai pemimpin sudah tidak ada, maka jangan harap bisa berhasil.
Bagaimana ciri-ciri pemimpin yang bisa memberdayakan orang lain? Gaya kepemimpinannya relaks, tidak tegang. Orang-orang yang dipimpinnya bergembira, tidak cemberut. Semakin banyak tugas dan pekerjaan yang harus diselesaikan, semakin banyak orang yang membantu. Delegasi dan pembagian tugas berjalan lancar, pekerjaan tidak menumpuk pada satu orang sampai termehek-mehek. Tugas dapat diselesaikan tepat waktu dengan tersenyum, bukan molor sambil cemberut.
Jadilah pemimpin yang melayani, yang menjadi teladan, yang membuat pengikutnya bergembira. Pemimpin yang melayani selalu ikhlas dalam bekerja dan membimbing pengikutnya, sehingga setiap masalah dan orang yang menjengkelkan yang ditemuinya merupakan ujian pelayanan yang harus diselesaikan dengan baik. Jika pelayanan dapat dijadikan teladan, maka seluruh pengikutnya akan memberikan kerja dan pelayanan yang maksimal.
Menjadi teladan untuk melayani memang sangat susah. Sebaliknya, menjadi teladan untuk dilayani memang gampang. Agar pengikutnya selalu bergembira, maka pemimpin harus mampu menunjukkan kegembiraan setiap saat. Saat untung dan rugi, dipuji dan dicaci, senang dan sedih, harus tetap bergembira. Bagaimana caranya agar tetap bergembira? Cukup dengan tersenyum dan tertawa melihat kelucuan hidup. Mudah ‘kan? Ya, kelihatannya mudah, tapi prakteknya benar-benar susah. Buktinya apa? Krisis kepemimpinan ada di mana-mana.
Koran Pak Oles/Edisi 167/16-31 Januari 2009
Thanks for reading Memberdayakan Orang Lain

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar