Home » » Meneguhkan Islam Mazhab Indonesia

Meneguhkan Islam Mazhab Indonesia

Judul: Mengindonesiakan Islam; Representasi dan Ideologi
Penulis: Dr. Mujiburrahman
Penerbit: Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Cetakan I: Desember 2008
Tebal: xxii+438 halaman
Peresensi: Juma Darmapoetra*

Islam diturunkan ke dunia sesuai dengan bahasa umatnya. Islam diturunkan di Mekah sehingga ajaran dan hukum yang berlaku sesuai dengan budaya dan tradisi yang berlaku di Arab. Sedangkan Islam yang berada di negara selain Mekah, juga sesuai dengan kondisi sosio-kultural daerah tersebut.
Islam bersifat universal. Islam sesuai dengan konteks sosio-kultural masyarakat di mana ia berkembang. Islam adalah shalihun fi kulli zamanin wa makanin (Islam cocok sesuai kondisi zaman dan tempat di manapun).
Ketika sayap Islam melebar ke seluruh belahan bumi, maka Islam Arab tidak boleh tidak harus beradaptasi dan berakulturasi dengan tradisi dan budaya di tempat lain seperti Afrika, Eropa, Amerika, Asia, dan Australia. Dalam konteks ini, Islam yang masuk ke Indonesia, harus disesuaikan dengan budaya di Indonesia. Sehingga Islam akan dengan mudah diterima oleh masyarakat. Gagasan dan konsep “pribumisasi Islam” ala Gus Dur dan “Islam Keindonesiaan” versi Cak Nur dapat dipahami dalam konteks ini. Gagasan tentang “pribumisasi Islam” atau “Islam keindonesiaan” merupakan dua wajah “ijtihad” dalam konteks ibadah ghairu mahdhah sedangkan ibadah mahdhah sudah ada ketetapan dari Tuhan, tidak bisa diubah atau ditambah.
Tidak berbeda dengan kedua tokoh di atas, Dr. Mujiburrahman dalam buku “Mengindonesiakan Islam; Repsentasi dan Ideologi” juga berasumsi bahwa Islam yang ada di Indonesia harus berlaku sebagaimana adat istiadat dan budaya Indonesia. Karena, tidak mungkin semua ajaran Islam Arab diterapkan di Indonesia. Secara geografis dan kultur budaya, keduanya sangat berbeda dan tidak akan menemukan titik equilibrium. Sehingga adanya reinterpretasi terhadap Islam yang membumi (mengindonesia) menjadi pilihan yang cukup strategis di tengah perdebatan alot antara ideologi Arabisasi Islam atau Islam ala Indonesia (mengindonesiakan Islam).
Ketika arabisasi yang menjadi pilihan, maka konsekwensinya adalah adanya puritanisme (pemurnian ajaran) Islam. Adanya arabisasi Islam dalam konteks Indonesia termanifestasikan oleh gerakan yang berafiliasi dalam konsep “Mengislamkan Indonesia”. Sedangkan “pribumisasi Islam” termanifestasikan dalam konsep “Mengindonesiakan Islam”. Konsep ini, sangat kental dengan tradisionalisme dan bisanya diidentifikasikan sebagai masyarakat sinkretis. Sedangkan konsep Mengislamkan Indonesia identifikasi dari modernisme biasanya lebih dikenal dengan semangat purifikasi. Keduanya merupakan domain yang kuat memegang kendali keagamaan yang cukup krusial di Indonesia. Sekarang kita tinggal memilih apakah akan memakai konsep “mengislamkan Indonesia” yang anti terhadap kebudayaan dan tradisi seperti Wahabiyah dan kawan-kawan ataukah “mengindonesiakan Islam” seperti NU dkk, yang ramah terhadap budaya dan tradisi lokal tanpa menggadaikan esensi dan subtansi ajaran Islam.
Keduanya merupakam manifestasi keagamaan bangsa Indonesia yang majemuk, multikultural dan bhineka. Walaupun kita tidak bisa menafikan adanya kelompok lain yang juga memiliki pengaruh cukup kuat. Keduanya merupakan representasi dan ideologi yang menancap kuat di tanah Indonesia.
Dengan mengambil sampel dari masyarakat Banjar, terutama di Amuntapai dan Martapura, penulis melaporkan bahwa masyarakat di sana masih menggunakan akar-akar tradisionalisme dalam praktek “keagamaannya”, seperti adanya tradisi Mandi Hamil, “Apung Mawar”, Pengantinan dan lain sebagainya.
Dalam hal ini, pertentangan antara kelompok tradisionalis dan puritanis seakan tidak bisa dihindari kembali. Kelompok tradisionalis akan menganggap bahwa praktek keagamaan semacam itu akan semakin merekatkan hubungan harmonis dengan masyarakat umum. Sedangkan kelompok Puritanis akan menganggap bahwa itu merupakan sebuah pelecehan terhadap agama karena telah mencampurkan agama dan budaya yang cenderung bertentangan. Agama berada di wilayah ketuhanan sedangkan budaya di wilayah manusia.
Adanya pro-kontra seputar praktek keagamaan semacam ini merupakan corak Islam Indonesia. Selama keduanya masih berada dalam jalur yang bisa ditoleransi maka bentuk pro-kontra merupakan sunnatullah yang memang harus terjadi. Tetapi, ketika pro dan kontra itu menjurus pada pertentangan dan konfrontasi secara fisik, bukan merupakan bentuk perbedaan yang diharapkan.
Melihat fenomena di atas, maka konsep dan gagasan mengenai mengindonesiakan Islam, setidaknya harus memegang prinsip keterbukaan dan saling menghargai merupakan hal vital dalam konteks keagamaan Indonesia. Karena Indonesia dibangun atas keberagaman, kemajemukan dan keberbedaan yang mentradisi dalam ranah kehidupan masyarakat Indonesia.
Kebhinekaan budaya Indonesia merupakan bentuk akulturasi dari berbagai budaya di Indonesia, seperti Hindhu-Budha, animisme dan dinamisme yang kemudian bercampur dan berakulturasi dengan nilai-nilai kenabian dan keilahian yang diusung oleh Islam. Sehingga dari sini, Islam Indonesia akan tampil dengan wajah yang berbeda dari asalnya, di Arab. Di sini, kita bisa melihat kelihaian para penyebar Islam dalam menyebarkan Islam di Indonesia. Mereka berani memasuki budaya masyarakat yang sudah lama berkembang kuat dengan senantiasa mengadaptasikan dengan Islam.
Perasan sari pati ide pemikiran penulis dalam buku ini, yaitu mengusung konsep bagaimana Islam yang ada di Indonesia diaplikasikan sesuai dengan kultur dan tradisi yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Karena, tidak semua ajaran Islam yang diturunkan di Arab, Mekah sesuai dengan budaya Indonesia. Adanya perbedaan yang ada di Banjar agar tidak menjadi pemicu permusuhan dan kekacauan, karena subtansinya, Islam memang tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan dan tradisi manusia.
Dalam hal ini, adanya reinterpretasi merupakan jalan yang tidak bisa dihindari agar Islam itu terasa fleksibel, universal dan membumi. Bukankah Islam itu, sesuai di setiap zaman dan tempat? Kita tidak bisa menghomogenkan sesuatu yang heterogen. Karena akan bertentangan dengan hukum alam dan konsekwensinya akan muncul permusuhan, pengrusakan, kekacauan dan tidak adanya sikap saling menghormati dan menghargai sesama.
*)Aktif pada Central for Cultural Research (CCR), Adab Faculty UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Aktif di LKKY, Yogyakarta.
Koran Pak Oles/Edisi 167/16-31 Januari 2009
Thanks for reading Meneguhkan Islam Mazhab Indonesia

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar