Home » » BBM, (B)enar-(B)enar (M)emiskinkan!

BBM, (B)enar-(B)enar (M)emiskinkan!

OLEH: SULIS STYAWAN*
Benteng pertahanan ekonomi pemerintah akhirnya jebol juga. Tak kuat menahan derasnya laju kenaikan harga minyak mentah dunia yang menyentuh level hingga di atas USD120 per barel, pemerintah akhirnya memberikan sinyal kepastian untuk menaikkan harga BBM bersubsidi (bensin, solar, dan minyak tanah). Rencananya, kalkulasi besaran kenaikan harga BBM bersubsidi itu maksimal 30 persen, dan akan diumumkan selambat-lambatnya awal Juni 2008.
Memiskinkan
Celakanya, belum lagi harga BBM benar-benar dinaikkan, alias baru berupa sinyal kenaikan harga —yang oleh pemerintah disebut sebagai “pemanasan” jelang kenaikan harga BBM— telah memunculkan fenomena multiflier effect (efek berganda), dan multiaksi kriminalitas di tengah-tengah masyarakat. Selain harga BBM yang telah lebih dulu merambat naik, juga diikuti dengan maraknya aksi borong BBM. Di beberapa kota besar di Indonesia, banyak SPBU yang kehabisan stok BBM.
Fakta lainnya, harga bensin eceran di sejumlah daerah bahkan telah mencapai level Rp7000 per liter! Di Bangka, Jambi, Jakarta, Bogor, Serang, Cilacap, Semarang, Solo, Surabaya, dan kota-kota besar lain, misalnya, marak terjadi aksi penimbunan BBM.
Juga terjadi pergerakan harga-harga berbagai bahan kebutuhan pokok (sembako) di pasaran. Kenaikan harga sembako seakan ingin menertawai jutaan warga miskin di negeri ini dengan nada ejekan nan menyakitkan, “kejarlah daku, maka kau kutinggal”!
Semua tentu telah merasakan, betapa fakta kenaikan harga sembako kuasa menelikung dan bahkan membuat dada kita kian sesak. Jadi, bagaimana mungkin rakyat akan sanggup mengejar atau menjangkau harga-harga sembako yang terus melejit, sementara tingkat pendapatan mereka selalu stagnan, bahkan cenderung menurun, di samping fakta nilai tukar uang yang saat ini seakan kian tak bernilai? Sungguh miris. Belum lagi nasib mereka-mereka yang sama sekali tak berpenghasilan.
Seperti tak mau ketinggalan, awak dari berbagai jenis moda transportasi juga sudah berancang-ancang mematok tarif baru —bahkan di beberapa daerah sudah ada yang menaikkan tarif transportasi.
Intinya, kenaikan harga BBM membuat beban hidup wong cilik di negeri berpenghuni 227 juta jiwa ini makin berat. Tak berlebihan jika para ekonom mengestimasikan tingkat kemiskinan di negeri ini akan melonjak mencapai angka 41,5 juta jiwa (dari sebelumnya 37,1 juta jiwa) jika harga BBM jadi dinaikkan. Tak pelak, menaikkan harga BBM memang akan menjadi kebijakan yang “benar-benar memiskinkan”.
Ekses lanjutan dari naiknya harga BBM bakal lebih krusial. Belakangan multifenomena bunuh diri di kalangan keluarga miskin karena tak kuat menanggung beban hidup yang kian berat, senyatanya juga kian marak saja.
Selain itu, tingkat banalitas kekerasan, multiaksi anarkis, dan kriminalitas yang terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat kita juga kian membuncah. Faktor utama penyebab intensnya aksi-aksi kriminalitas itu adalah lebih karena fakta jerat kemiskinan.
Cupet Akal
Jika dicermati, keputusan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi lebih merupakan kebijakan yang “cupet akal”, grusa-grusu, dan sak kepenake dhewe. Teramat sulit untuk menampik fakta betapa pemerintah negeri ini sepertinya memang ingin lepas dari tanggungjawabnya sebagai decision maker dalam hal memenuhi hak-hak dasar warga negara berikut kesejahteraan rakyat secara luas.
Padahal, untuk tujuan itulah mereka dulu dipilih dan diberi amanat via Pemilu. Perlu dicamkan, bahwa tak hanya pemerintah (yang katanya pintar-pintar), kalau sekadar menaikkan harga BBM ketika harga minyak dunia meroket, tanpa mengupayakan solusi lain yang lebih berkeadilan, orang yang tak sekolah pun juga bisa!
Tak dimungkiri, pemerintah memang “pintar”. Pasalnya, menaikkan harga BBM merupakan opsi, yang meski sebenarnya bukan terakhir, namun memiliki risiko terkecil dari beberapa kemungkinan opsi lain dalam mengantisipasi kenaikan harga minyak dunia.
Betapa tidak, dengan menaikkan harga BBM, paling-paling pemerintah hanya akan menghadapi risiko didemo mahasiswa dan masyarakat. Itu pun cuma sebentar, tak akan lebih dari sepekan. Setelah itu, rencana “memaksa” rakyat untuk mau menerima keputusan kenaikan harga BBM akan berjalan sukses.
Terlebih, kenaikan harga BBM kali ini juga ditunjang dengan digulirkannya kebijakan “kembang gula” via program “Bantuan Langsung Tunai (BLT) Plus” (baca: plus antre, plus adu jotos, plus korupsi, dan plus “bikin lama tangis”!).
Pemerintah Tak Bekerja
Galibnya, fakta ngenes naiknya harga BBM dalam waktu dekat ini, secara gamblang menunjukkan kepada kita betapa proses “pengabaian” rakyat oleh negara (state neglect) memang masih berlangsung di negeri ini. Sekaligus membuktikan bahwa kinerja pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan, khususnya dalam hal pemenuhan kebutuhan energi masih nihil alias nol besar! Setelah tiga tahun berjalan, semua janji pemerintahan SBY-JK tak lebih dari sekadar pepesan kosong belaka! Selama tiga tahun itu pula, pemerintah kita hanya berpangku tangan. Hingga akhirnya, bangsa ini tak ubahnya seekor keledai: selalu terperosok ke dalam lubang yang sama untuk yang kesekian kalinya. Celakanya, kali ini, lubang tempat terperosoknya bangsa ini tidaklah main-main. Selain sangat dalam, juga akan sangat mengenaskan!
*) Pegiat Center for Education Urgency Studies (CEUS) FKIP Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Thanks for reading BBM, (B)enar-(B)enar (M)emiskinkan!

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar