Home » » Antisipasi Virus Globalisasi

Antisipasi Virus Globalisasi

Globalisasi, selain menebar dampak positif, juga menyertakan dampak negatif yang tidak hanya meruntuhkan kekuasaan ekonomi negara, tetapi juga merusak kekuasaan politik negara. Demikian antropolog Universitas Negeri Semarang (Unnes), Nugroho Trisnu Brata di Semarang, Rabu (15/4).
Trisnu menilai, hantu etnik bergentayangan di berbagai belahan dunia dan siap mencabik-cabik negara-bangsa, akibat saling berhadapannya entitas budaya etnik lokal dengan entitas politik negara.
Kepala Humas Unnes itu menyebut, etnik-etnik yang semula tampak rukun di suatu negara, di era global menunjukkan sikap saling curiga, bermusuhan bahkan saling membunuh untuk peroleh kekuasaan atau perjuangkan kepentingan. Hingga kini, upaya etnik lokal untuk mengambil alih kekuasaan atau mendesakkan kepentingan terus berlangsung. Misalnya etnik Tamil di Srilanka, suku Tutsi di Rwanda, etnik Melayu (Islam) di Filipina Selatan dan Thailand Selatan. Juga suku Karen di Myanmar, kelompok-kelompok etnik di India, Pakistan, Banglades dan etnik-etnik yang mengalami pergumulan politik di negara-negara Afrika. Etnik-etnik tersebut memperjuangkan kepentingan kelompok.
Ancaman disintegrasi terutama yang terjadi di Asia Tenggara, katanya, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena akan mengancam keutuhan negara-negara dan persaudaraan antar negara di Asia Tenggara.
Banyak cara yang bisa dilakukan untuk merajut kembali kesadaran bersatu dalam entitas politik dalam wadah bernama negara maupun membangun kesadaran hidup bersama berdampingan secara damai antar negara di Asia Tenggara. Antara lain perteguh multi kulturalisme melalui pendidikan multi kultural, kata antropolog lulusan UGM Yogyakarta itu.
Jika bangsa Amerika berhasil dengan strategi melting pot (titik temu), tentu bangsa-bangsa di Asia Tenggara memiliki resep khusus untuk menyuntikkan kesadaran berbangsa dan bernegara.
Untuk merespons masalah tersebut, Unnes siap mengadakan seminar internasional Integrasi Sosial dalam Negara Bermasyarakat Majemuk pada Era Global, 20 Mei di Semarang. Pembicara yang dihadirkan Dr Reshmi Banerjee (dosen tamu FISIP UI dari India), Prof Othman Lebar (Director Centre for International Relations, Universitas Pendidikan Sultan Idris, Malaysia), Prof Mohtar Masud dari UGM dan Prof Wasino dari Unnes.
Secara terpisah, pengamat sosial politik dari IAIN Sunan Ampel Surabaya, Prof Dr Nursyam, M.Si berpendapat, kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia akan menjadi solusi untuk meredam kekerasan politik. ‘’Kearifan lokal itu adalah, kita dikenal sebagai masyarakat yang rukun, harmoni dan selamat," katanya pada dialog publik Tantangan Ekonomi, Sosial dan Politik Pasca Pemilu 2009 yang juga menghadirkan mantan Menneg BUMN, Laksamana Sukardi di Surabaya
Dengan banyaknya persoalan jelang Pemilu 2009, sangat rawan terjadi kekerasan sosial dan politik yang bersumber pada ketidakpuasan para calon anggota legislatif yang kalah. "Misalnya masalah DPT (daftar pemilih tetap). Seorang calon bisa saja menyalahkan kekalahan dengan menyebutkan karena masalah DPT itu. Apalagi saat ini, rakyat Indonesia memiliki sindrom tidak mau kalah," kata alumni S-3 bidang kajian sosiologi di Unair itu.
Rektor IAIN Sunan Ampel itu mengemukakan, pemilu 2009 memiliki dampak yang sangat besar jika tidak diwaspadai semua pihak, sekalipun yang bisa prediksi apa yang terjadi hanya Allah Swt. Meski begitu, ada dua perubahan mendasar dalam pemilu 2009.
Pertama, perubahan dari cara mencoblos ke mencentang. Kedua, perubahan tiba-tiba dari menggunakan sistem nomor urut ke perolehan suara terbanyak. Anehnya, anggota legislatif di Senayan, koq menyetujui sistem mencontreng (mencentang) itu. Padahal, masih banyak rakyat yang belum paham dengan cara baru tersebut.
Dengan sistem perolehan suara terbanyak, telah menimbulkan praktik politik uang yang luar biasa banyak di masyarakat. Karena itu, peluang lebar terjadi jual beli suara. ‘’Demokrasi yang diharapkan rasional akan menjadi rusak. Orang memilih seorang calon bukan karena program tapi karena calon itu banyak uang,’’ tegas Nursyam.
Mengenai kearifan lokal, katanya, kerukunan dan harmoni itu bertumpu pada keseimbangan dalam hubungan dengan Tuhan, dengan manusia dan dengan alam. Jika hal itu terjadi, akan muncul keselamatan yang menjadi cita-cita semua orang.
KORAN PAK OLES/EDISI 173/16-30 APRIL 2009
Thanks for reading Antisipasi Virus Globalisasi

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar