Home » » Democrazy

Democrazy

Oleh: Pak Oles
Kata democrazy adalah istilah baru dari plesetan kata demokrasi, merupakan gabungan dari kata demo dan crazy, yang artinya kekuasaan ada di tangan rakyat yang gila dan pemimpin gila. Memang miris dan mengejutkan, sedih bercampur geram, tersenyum bercampur pilu. Semua rasa bercampur menjadi satu dalam wujud democrazy, ibarat permen nano-nano. Fenomena itulah yang kita alami sekarang. Ibarat hukum ayam dan telor, saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Ayam jelek bertelor jelek, telor jelek menghasilkan ayam jelek, demikian juga sebaliknya.
Kualitas kepemimpinan menghasilkan kualitas organisasi. Kepemimpinan yang baik akan menghasilkan organisasi yang baik, kepemimpinan yang buruk akan menghasilkan organisasi yang buruk. Kepemimpinan adalah kualitas orang yang memimpin. Kualitas itu muncul dari keberanian dan kejujurannya, yaitu keberanian dalam mengemban amanah dan tanggung jawab, serta kejujuran pada diri sendiri, orang lain dan Tuhannya. Kepemimpinan yang buruk akan mengakibatkan organisasi kacau, rumah tangga hancur, perusahaan bangkrut, Negara miskin. Pemimpin yang berkualitas akan menghasilkan rakyat yang berkualitas. Menghasilkan pemimpin memang tidak semudah membalik telapak tangan, butuh proses, butuh pembelajaran dan usaha gigih yang terus menerus. Jika pemimpinnya sakit dan tidak berkualitas, maka rakyatnya juga sakit serta tidak berkualitas, kondisi ini bisa disebut sebagai kondisi democrazy, karena pemimpin yang gila menghasilkan rakyat yang gila juga. Pemimpin gila bergelimang harta, sedangkan rakyat yang gila sangat melarat, miskin, apatis, bringas dan mata duitan.
Pemilu Legislatif 2009 merupakan cermin dari democrazy. Kenapa partainya dari 24 di tahun 2004 berkembang menjadi 48 di tahun 2009? Mungkin banyak argumen yang bisa menjelaskan agar terlihat rasional dan demokratis. Tapi jawaban yang paling gampang menurut saya adalah, agar rakyat bertambah bingung memilih pemimpinnya. Pemilih yang bingung akan menggampangkan, salah pilih, atau tidak memilih. Jawaban tersebut ternyata benar. Buktinya, mereka yang salah pilih, bingung memilih, tidak tahu siapa pilihannya, surat suara rusak dan golongan putih jumlahnya membludak, mengalahkan partai berkuasa dua kali lipat. Seluruh rakyat Indonesia mengharapkan perubahan dari perubahan kekuasaan di legislatif Mereka berharap banyak dari perubahan persentase suara partai. Mereka memelototi hasil quick count di TV, sambil berteriak, tertawa, sedih atau menangis, bahkan ada yang mati jantungan. Inikah yang dimaksud histeria politik? Terlalu banyak rakyat yang menginginkan perubahan dengan berteriak, melongo dan menangis, jumlahnya lebih dari 45%, hampir setengah dari jumlah pemilih bangsa Indonesia mengharapkan perubahan dengan golput. Perubahan apa yang didapat dari molor dan ngerumpi? Perubahan tidak akan ada selama suara bisa dijual. Perubahan tidak akan ada selama pembeli suara dan broker politik bergentayangan. Perubahan tidak akan ada selama daftar pemilih tetap kacau. Lantas, untuk apa memelototi hasil quick count seperti menonton sepak bola. Hasilnya jauh dari harapan. Negara hanya bertambah tua, tetapi tidak bertambah dewasa. Rakyat bertambah pintar tentang politik secara dangkal dan instant, bahwa politik adalah kekuasaan dan uang, oleh karena itu suaranya harus berharga dan dijual, dalam bentuk sumbangan ke pribadi, kelompok, organisasi, klan keluarga, PKK, paguyuban, koperasi, karang taruna, perkumpulan olah raga, kelompok preman, ketua preman, bahkan kelompok dan organisasi fiktif, semua suara itu bisa diuangkan, bisa dijual. Kenapa bisa dijual? Karena ada yang membeli. Karena penjual dan pembelinya lagi mabuk, lagi gila. Inilah yang disebut dengan democrazy. Benar-benar gila.
Untuk mereka yang golongan putih. Saya doakan semoga berbahagia atas keapatisannya. Tolong jangan bangga dengan keputihannya, yang mungkin merasa diri suci tidak menentukan pilihan diantara porak-porandanya Negara, yang memilih tidur dan berlibur di saat pemilihan, yang mengharapkan perubahan besar tanpa melakukan perubahan kecil. Kebanggaan atas keputihannya itu sungguh gila. Gila karena ingin perubahan yang lebih baik sambil tidur dan tertawa. Kesadaran inilah yang harus dibangun. Bahwa sikap dan tindakan untuk berubah itu sangat penting dilakukan. Mereka yang tidak memiliki sikap dan tidak bertindak berdasarkan sikapnya akan hancur. Hancur dilindas kerasnya kekuasaan yang merusak.
Dengan banyaknya partai memunculkan banyaknya caleg untuk bertanding merebut suara. Partai baru muncul dengan berbagai visi-misi, jika ketua umumnya kelas ikan teri hasilnya pasti keok. Caleg-caleg bertempur membabi buta. Banyak yang menggadaikan barang dan menjual asetnya untuk mendapatkan nomor kecil. Setelah ada peraturan tarung bebas, ternyata nomor kecil tidak berguna, mereka harus bertarung bebas, ibarat smack down. Ibarat banteng luka yang mengamuk melawan musuh dan temannya, logika dan kesadaran politik- ekonomi-sosial- budaya menghilang. Di dalam otaknya hanya ada satu pertanyaan yang harus dijawab, bagaimana caranya meraih suara sebanyak mungkin. Bahkan suara kentut dan suara tokek pun dikantongi. Hasilnya? Banyak yang stres dan ada yang mati. Politik itu memang mahal dan bisa juga murah, tergantung kita yang membuatnya. Karena kita membuatnya mahal, maka dia jadi mahal. Ingat sesuatu yang mahal belum tentu berkualitas. Inikah yang dinamakan democrazy? Ya..! Kita sekarang berada di tengah zaman itu. Harapan kita sekarang hanya satu, semoga kesalahan dan kegagalan jangan diulang berkali-kali. Stop democrazy, kembali ke demokrasi. Harapan itu harus didahului dengan sikap dan tindakan. Bukan dengan melongo, golput, dan jual beli suara.
KORAN PAK OLES/EDISI 173/16-30 APRIL 2009
Thanks for reading Democrazy

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar