Home » » Perkembangan Bahasa Indonesia Di Tangan Masyarakat

Perkembangan Bahasa Indonesia Di Tangan Masyarakat

Guru besar Linguistik Fakultas Bahasa dan Seni Unversitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof. Dr. Kisyani Laksono, mengatakan, perkembangan Bahasa Indonesia berada di tangan masyarakat.
"Perkembangan Bahasa Indonesia itu berada di tangan masyarakat, bukan Pusat Bahasa atau lembaga lainnya," kata anggota Tim Pemetaan Bahasa Daerah Pusat Bahasa itu.
Menurut dia, masyarakat berhak menentukan sebuah kosakata layak digunakan sebagai bahasa sehari-hari atau tidak. "Termasuk kosakata yang bisa dimasukkan ke dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), juga berdasarkan perkembangan yang terjadi di masyarakat," katanya menegaskan.
Ia mencontohkan kata "radar", yang merupakan singkatan dari kata asing "Radio and Range" telah diterima sebagai sebuah kosakata di dalam KBBI. "Apalagi kalau sekadar kata `differential abilities` yang disingkat menjadi `difabel`, sebagai pengganti kata penyandang cacat, sangat bisa diterima di dalam KBBI. Sebenarnya kata ini sudah lama ada," kata Kisyani.
Namun menurut dia, kata itu baru dimasukkan dalam KBBI Edisi Keempat, setelah kosakata "difabel" semakin banyak digunakan masyarakat, terutama kalangan media massa. "Tapi yang perlu diingat, penentu akhir dari sebuah kosakata itu adalah masyarakat dan tidak tertutup kemungkinan sebuah kosakata baru itu akan mati, karena tidak banyak digunakan oleh masyarakat," katanya menjelaskan.
Kemudian dia mencontohkan kata "sangkil" yang biasa digunakan untuk menyebutkan sesuatu berdaya guna atau efisien dan kata "mangkus" yang memiliki arti mujarab atau mustajab. "Dua kosakata ini dulu sering dimunculkan oleh surat kabar nasional. Tapi apa yang terjadi? Kedua kosakata ini tidak banyak dikenal dan dipergunakan masyarakat, dan akhirnya kedua kosakata ini mati," katanya mengungkapkan.
Kisyani Laksono yang juga anggota Tim Pemetaan Bahasa Daerah Pusat Bahasa, mengatakan ratusan bahasa daerah di Indonesia, keberadaannya hingga saat ini terancam punah karena sudah jarang sekali digunakan. "Ada ratusan bahasa daerah yang sebelumnya berkembang di sejumlah wilayah di Indonesia, kini keberadaannya terancam punah," kata Kisyani Laksono yang juga anggota Tim Pemetaan Bahasa Daerah Pusat Bahasa.
Pada bulan Oktober 2008, Tim Pemetaan Bahasa Daerah Pusat Bahasa telah berhasil memetakan 442 bahasa daerah. "Namun ratusan yang lain, sampai sekarang susah dipetakan," katanya.
Ratusan bahasa daerah yang terancam punah itu, kebanyakan berada di Papua dan Maluku, sebagaimana hasil pemetaan Tim Pemetaan Bahasa Daerah Pusat Bahasa selama tahun 2008. “Beberapa bahasa daerah yang mendekati kepunahan itu, rata-rata penuturnya tinggal satu hingga dua orang. Itu pun sudah berusia lanjut, sehingga susah sekali untuk dikembangkan," katanya.
Meskipun demikian, lanjut Kisyani, Tim Pemetaan Bahasa Daerah Pusat Bahasa masih akan melakukan pemetaan lagi untuk mendapatkan kemungkinan bahasa daerah yang mendekati kepunahan itu bisa dikembangkan lagi. "Tentu saja, kami juga akan melibatkan tokoh masyarakat untuk mendorong perkembangan bahasa daerah itu," kata Guru Besar Linguistik Fakultas Bahasa dan Seni di Universitas Negeri Surabaya (Unesa) itu.
Sebelum terjun ke lapangan, Tim Pemetaan Bahasa Daerah Pusat Bahasa telah mempelajari beberapa literatur sejarah dan cerita rakyat sebagai referensi keberadaan sebuah bahasa daerah. Di dunia, ribuan bahasa juga terancam punah, baik di negara berkembangan maupun di negara maju, karena pengguna bahasa itu menurun.
KORAN PAK OLES/EDISI 173/16-30 APRIL 2009
Thanks for reading Perkembangan Bahasa Indonesia Di Tangan Masyarakat

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar