Home » » Kisah Penunggang Yang Disamarkan

Kisah Penunggang Yang Disamarkan

OLEH: DIDIK PURWANTO
Mencoba membuat sesuatu yang berbeda, Koto menggelar pameran 24 patung dari perunggu dan kayu di Griya Santrian, Jl. Danau Tamblingan 47, Sanur, Denpasar, Jumat (11/1). Patung yang dibuat tidak sama persis dengan apa yang dilihat sehingga terkesan malah keluar dari jalur kenyataan.
Karya-karya Syahrizal Zain Koto yang akan dipamerkan hingga 2 Maret 2008 ini banyak melawan kategori sederhana. Meski banyak yang menganggap karyanya formalis, ada juga yang menyebut ekspresionis. Terlepas dari apa kata orang, seniman asal Pariaman Sumatra Barat ini terus menunjukkan model yang bagi kebanyakan orang justru aneh.
Menurut Koto, membuat patung yang sesuai dengan apa dilihat adalah menciptakan patung yang polos. Bahkan cenderung terkesan primitif dengan tampilan digayakan. “Patung besar pun hanyalah patung kecil yang digelembungkan,” ujarnya sembari membandingkan dengan patung setinggi lima meter di depan kuil Mesir yang hanya terlihat kecil jika dilihat dari jarak 40 meter.
Baginya, jika dibandingkan dengan seni prasejarah baik seni Sumeria atau Cina, patung kontemporer tetap konseptual dan lebih menggambarkan apa yang diketahui bukan apa yang dilihat. “Figur-figur dalam patung saya tak terkesan realistik tapi lebih menunjukkan upaya untuk menggambarkan esensi seorang manusia bukan penampilan fisiknya,” tambahnya.
I Wayan Sukra, kurator patung Koto lebih menganggap patung yang dikenalnya menjadi patung orang asing. “Patung yang saya lihat bukan menunjukkan seperti yang saya lihat pada dunia nyata (fisik yang mirip dengan apa yang dilihat),” jelas Sukra.
Seni semacam seni, lanjut Sukra malah sudah dipraktikkan dalam seni Mesir. Misalnya, patung Akhenaten tidak mudah dibedakan dengan patung isterinya, Nefertiti. Karya seniman yang tinggal di Yogyakarta ini lebih membuat karya cenderung tipis, peregangan, dan kealitan.
Simak karya “Arrogant” yang hanya membuat badan, kaki dan tangan yang serba tipis. Bahkan kepala pun bukan bulat tapi lonjong ke arah belakang. Patung ini mencerminkan orang yang sedang meniup terompet. Karya lain adalah “Kehidupan” yang menyorot sosok anak kecil kurang gizi. Sang anak digambarkan sedang rebahan dan menjadikan tangan kirinya sebagai bantal. Koto secara cermat memahat guratan tulang yang hanya dibalut daging tipis. Tulang panggul dan tulang dada pun terlihat jelas.
Kebanyakan dari patung Koto menceritakan penunggang dan kuda. Karya “Khayalan Topeng” menggambarkan orang yang sedang naik kuda. Orang satunya memegang kaki belakang kuda. Seniman yang pernah menerima Anugerah Tiga Karya Nominasi Sayembara Landmark Ancol (2001) dan Anugerah ketiga kategori karya non abstrak Lomba Rancang Patung Citra Raya Kota Nuansa Seni (1996) ini cenderung mengaburkan kepala manusia yang dibuatnya. “Mereka tidak mewakili apapun. Mereka adalah mereka,” tambah Sukra.
Thanks for reading Kisah Penunggang Yang Disamarkan

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar