Home » » Kontroversi Energi Nuklir

Kontroversi Energi Nuklir

PERISTIWA

Oleh: Roro Sawita

Rencana pemerintah untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sejak tahun 1972 mengundang pro dan kontra. Tahun 1998, rencana pembangunan PLTN di Muria gagal akibat krisis ekonomi. Aktivis lingkungan hidup tentu masih ingat peristiwa tragis efek radiasi ledakan nuklir dalam letusan bom yang menghancurkan Nagasaki dan Hirosima dalam tragedi Perang Dunia II. Memori publik pun masih merekam peristiwa ledakan dahsyat PLTN Chernobyl, 26 April 1986, di Ukraina. Peristiwa Chernobyl itu menjadi kecelakaan nuklir terparah yang pernah terjadi di dunia.

Alasan krisis energi listrik terus dijadikan landasan oleh pemerintah untuk mempromosikan PLTN. Padahal beberapa negara maju telah membuat great design untuk menutup reaktor nuklir mereka. Amerika Serikat yang memiliki 110 buah reaktor nuklir atau 25,4% dari total seluruh reaktor yang ada di dunia, akan menutup 103 reaktor nuklirnya. Demikian halnya dengan Jerman, negara industri besar ini, juga berencana menutup 19 reaktor nuklirnya. Penutupan pertama dilakukan pada tahun 2002 kemarin, sedang PLTN terakhir akan ditutup pada tahun 2021. Keadaan lain juga terjadi di Swedia, yang menutup seluruh PLTN-nya yang berjumlah 12, mulai tahun 1995. Sampai negara tersebut bebas dari PLTN pada tahun 2010 mendatang.

Fakta di atas mendorong masyarakat Semenanjung Muria, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah menolak pembangunan reaktor nuklir di daerah mereka. Di wilayah tersebut direncanakan tahun 2015 akan beroperasi sebuah pembangkit listrik berkapasitas 1000 megawatt. Kekhawatiran masyarakat, menurut Lilo Sunaryo, Ph.D warga Jepara ini, berkaitan dengan keselamatan reaktor dan keluaran limbah radioaktif yang termasuk dalam kategori limbah beracun (B3). Penumpukan bahan radioaktif hasil belahan dan bahan-bahan radioaktif pada sistem pendingin berpotensi tersebar keluar jika terjadi kebocoran. Radiasi yang muncul dapat menimbulkan kontaminasi terhadap manusia dan biosfernya. Peristiwa semacam itu pernah terjadi di Chernobyl dan Three Mile Island Kanada. Malapetaka di kedua tempat itu selalu menjadi referensi masyarakat untuk menolak kehadiran PLTN. “Bayangkan saja untuk menghancurkan Nagasaki dan Hirosima, Amerika hanya butuh lima kg nuklir, jika proyek itu berjalan per tahun Indonesia akan menghasilkan 50 ton. Mengelola laboratorium saja masih bisa meledak, apalagi mengelola nuklir sebanyak itu, bisa-bisa kita habis semua,” jelas Lilo.

Menurut Lilo, yang juga pernah mempelajari teknologi nuklir di Uni Sovyet pada tahun 1975, uranium yang dibakar akan menghasilkan plutonium. Di Amerika, plutonium ditanam dalam tanah sejauh 200 meter dari permukaan Gurun Nevada yang tidak berpenghuni. Untuk menjadikannya kembali sebagai bahan bakar perlu menunggu 50 tahun karena temperaturnya dapat mencapai 2300-3000 derajat celcius. Sampai saat ini belum ada satu teknologipun yang mampu mendaur ulang.

Reaktor nuklir sangat membahayakan dan mengancam keselamatan jiwa manusia. Radiasi yang diakibatkan oleh reaktor nuklir ini ada dua. Pertama, radiasi langsung, yaitu radiasi yang terjadi bila radio aktif yang dipancarkan mengenai langsung kulit atau tubuh manusia. Kedua, radiasi tak langsung. Radiasi tak langsung adalah radiasi yang terjadi lewat makanan dan minuman yang tercemar zat radio aktif, baik melalui udara, air, maupun media lainnya. Keduanya, baik radiasi langsung maupun tidak langsung, akan mempengaruhi fungsi organ tubuh melalui sel-sel

Kepala seksi perlindungan lingkungan hidup direktorat teknik lingkungan Departemen ESDM, Sujatmiko menyebutkan nuklir merupakan teknologi yang aman, efisien dan murah apabila mengikuti prosedur yang telah ditentukan. Umumnya kecelakaan terjadi apabila melalaikan aturan yang ada. Selama ini tingkat kecelakaan atau kematian yang ditimbulkan oleh nuklir jauh lebih kecil dibandingkan dengan kecelakaan lalu lintas. Dalam skala kecil nuklir dapat dimanfaatkan pada bidang pertanian, gelombang isotop yang dibawa dapat membunuh bakteri-bakteri pada bibit tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan subur. Di bidang kesehatan, nuklir digunakan pada alat rontgen. Namun agar terhindar dari efek samping, pasien disarankan untuk melakukan rontgen maksimal enam kali setahun. “Negara-negara maju selama ini menggunakan nuklir sebagai pembangkit energi, tapi mereka baik-baik saja, kita ini terlalu berpikiran negatif dahulu, padahal jika diproses secara benar akan menghasilkan manfaat yang besar,” ungkap Sujatmiko

Namun semangat penggunaan energi nuklir tidak pernah sirna. Cina yang rentan menghadapi kekurangan energi listrik mulai membangun reaktor-reaktor nuklir baru. Begitu pula Jepang yang kekurangan gas dan minyak bumi. Meskipun menjadi tuan rumah keganasan bom yang menimpa Hirosima dan Nagasaki, Jepang tetap menjalankan proyek nuklir di ujung Pulau Honshu.

Thanks for reading Kontroversi Energi Nuklir

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar