Home » » Jaran Kepang, Eksotisme Dan Eksistensi Kesenian Tradisional

Jaran Kepang, Eksotisme Dan Eksistensi Kesenian Tradisional

Oleh: Yanuar Arifin*
Jaran Kepang atau Jaranan merupakan salah satu kesenian tradisional khas Jawa Timur, khususnya Kediri. Kesenian ini sangat populer di kalangan masyarakat Jawa karena tampilannya yang atraktif, ekspresif dan dinamis. Jaranan adalah seni tari yang dimainkan oleh 4 sampai 6 orang yang mengapit kuda-kudaan dari anyaman bambu, dengan membawa pecut atau cemeti, dengan diiringi alunan musik khas Jawa, yakni satu unit musik gamelan Jawa berupa ketuk, kenong, kempol, gong suwukan, terompet, kendang dan angklung. Tarian tersebut kemudian berujung pada atraksi ndadi atau kesurupan (trance). Atraksi ndadi inilah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi para audiens.
Dalam atraksi ndadi itu, audiens dapat menyaksikan para pemain Jaranan yang menari tanpa mengenal rasa lelah. Selain itu, mereka juga tanpa rasa takut memakan sesuatu yang tak lazim bagi orang kebanyakan. Makanan berupa kembang, bekatul ataupun benda-benda tajam, semisal beling (kaca) dan api dapat mereka telan dengan begitu lahapnya. Woodward menggambarkan peristiwa yang ditunjukkan lewat atraksi ndadi ini sebagai media pertemuan mikrokosmos (jagad alit) dengan makrokosmos (jagad ageng), yakni integrasi dunia manusia dengan dunia roh, yang menyebabkan seorang manusia kehilangan kesadarannya. Artinya, para pemain Jaran Kepang yang telah ndadi secara tidak sadar dapat melakukan sesuatu yang tidak lumrah seperti yang telah digambarkan.
Berkaitan dengan integrasi dunia manusia dengan roh leluhur yang ada dalam atraksi ndadi, jika kita mengikuti kategori sosial yang digagas oleh Clifford Geertz dalam bukunya "The Religion Of Java", maka dapat dikatakan bahwa kesenian Jaranan merupakan kesenian yang lahir dari rahim komunitas kaum Abangan. Statement ini tentunya berdasarkan bukti-bukti yang menunjukkan bahwa komunitas inilah yang memegang kuat tradisi penggunaan simbol-simbol magis dan mitologi dalam setiap ritual budaya yang mereka lakukan. Karena lahir dan dibesarkan oleh komunitas ini, tak mengherankan apabila kesenian Jaranan juga tak bisa lepas dari ikatan simbol-simbol tersebut. Oleh karenanya, sering kali kita saksikan festival-festival budaya ataupun ritual-ritual tradisional semisal ruwatan desa, bersih desa, sedekah bumi di Jawa Timur yang selau dimeriahkan oleh kesenian jenis ini.
Simbol Eksotisme Budaya Lokal
Saking besarnya apresiasi yang ada, di berbagai daerah menamakan kesenian Jaranan dengan banyak nama. Di Ponorogo disebut jathil, di tempat lain senterewe, atau juga dikenal dengan nama jaranan pegon. Dari langkah-langkah tersebut, langkah yang paling nyata adalah yang ditunjukkan oleh Pemkot Kediri. Hingga kini, Pemkot Kediri sedang berupaya keras untuk mengangkat kesenian jaranan sebagai simbol identitas daerahnya. Upaya tersebut selain guna mencari identitas asli Kediri yang berakar dari tradisi orang Kediri, juga sebagai salah satu upaya mereka untuk menjaga dan melestarikan khasanah budaya leluhur Kediri yang kaya akan simbol-simbol eksotisme budaya adiluhung.
Asal muasal kesenian Jaranan diangkat dari dongeng rakyat tradisional Kediri, tepatnya pada Pemerintahan Prabu Amiseno di Kerajaan Ngurawan. Kerajaan ini terletak di Kediri sebelah timur Sungai Brantas. Konon sang Prabu memiliki putri yang cantik jelita, Dyah Ayu Songgolangit dan putra bernama Raden Tubagus Putut. Dari dua anak sang Prabu inilah dengan alur cerita rakyat yang panjang dan penuh simbol, lahirlah kesenian Jaranan. Dalam konteks ini, kesenian Jaran Kepang merupakan kesenian yang tidak hanya sebatas estetis seni yang berfungsi sebagai medium hiburan semata, lebih dari itu ia adalah medium ekspresi diri pemimpin kerajaa yang telah menyatu dengan ekspresi spiritual dan sosial rakyatnya.
Eksistensi Kesenian Kaum Pingiran
Dalam parade waktu, kesenian Jaran Kepang bertumbuh sebagai kesenian kaum pinggiran, rakyat kecil. Tentunya, kesenian Jaranan sangat berbeda dengan kesenian lain, semisal wayang kulit yang lebih menggambarkan kemewahan dan kehalusan budi kaum priyayi dan santri yang notabene masih tercampuri dengan nilai-nilai keagamaan.
Namun, apabila kita cermati, perbedaan mendasar dari entitas simbol kesenian tersebut sebenarnya hanya terletak pada ada dan tidak adanya intervensi dari penguasa. Artinya, kesenian yang lahir dari rahim kaum priyayi atau santri biasanya berorientasi pada legitimasi kekuatan dan kekuasaan penguasa semata. Sedangkan kesenian rakyat adalah kesenian yang murni untuk mengagungkan atau ngurip-ngurip budaya leluhur rakyat tradisional. Hal ini sesuai dengan gagasan Kuntowijoyo terkait dengan pembentukan simbol pada kaum Priyayi ataupun kaum Santri. Karena itu kesenian Jaran Kepang menjadi simbol eksistensi kesenian kaum pinggiran atau rakyat kecil.
Sungguhpun demikian, eksistensi kesenian Jaran Kepang harus tetap digalakkan oleh seluruh elemen bangsa. Bagaimanapun, budaya lokal adalah embrio budaya nasional bangsa Indonesia yang harus dijaga dan dilestarikan.
*) Pemerhati sosial & budaya pada Hasyim Asy’ari Institute.
Thanks for reading Jaran Kepang, Eksotisme Dan Eksistensi Kesenian Tradisional

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar