Home » » Limbah, Penopang Ekonomi Keluarga Nyoman Sukaada

Limbah, Penopang Ekonomi Keluarga Nyoman Sukaada

Oleh: Kadek Suiartana
Limbah seringkali menjadi sumber masalah bagi umat manusia seperti masalah lingkungan, kesehatan, dan masalah sosial. Namun lahirnya orang-orang kreatif, limbah tidak lagi menjadi biang masalah atau paling tidak dapat diminimalisir. Justru sebaliknya, barang bekas hasil samping aktifitas manusia itu malah bisa menjadi sumber berkah. Hal inilah yang kini dialami oleh Nyoman Sukaada, 36 tahun, lelaki kelahiran Desa Mekar Buana, Badung. Kehidupan keluarganya yang terdiri seorang istri, empat orang anak, dan seorang ibu tergantung pada limbah.
Sejak tahun 2000 silam, jebolan sebuah SMA swasta di Denpasar ini berbisnis limbah. Tidak seperti pemulung yang umumnya mencari limbah anorganik seperti besi, plastik, dan kaleng, Sukaada memilih limbah yang bersifat organik. Dengan tekun dia mengumpulkan sisa-sisa tumbuhan dan hewan untuk menopang perekonomian keluarganya. Hambatan paling berat yang harus dilewatinya adalah di musim hujan karena kotoran hewan menjadi becek. Untuk mengatasinya Sukaada menutupnya dengan dedaunan. Limbah tumbuhan didapat dari industri kayu dan peyosohan beras sedangkan limbah hewan dikumpulkan dari peternak-peternak tradisional.
Limbah yang telah terkumpul dikirim dengan sebuah truk buatan tahun 1990 ke Denpasar. Limbah organik itulah yang digunakan sebagai bahan baku pupuk organik Bokashi Kotaku. Sebagai pemasok bahan baku sebuah produk yang telah mendapat kepercayaan tinggi dari konsumen dia dituntut untuk selalu siap menyediakannya berapapun dan kapanpun dibutuhkan sehingga tidak sampai stockout. Tidak hanya jumlah dan waktu, soal kualitas pun tidak luput dari perhatiannya. Menurut Ir. Koentjoro Adjie, Kepala Produksi pupuk Bokashi Kotaku pihaknya memang menetapkan standar bahan baku yang ketat agar kualitas produk tetap terjaga. “Kotoran kandang sudah matang, kadar air tidak lebih dari 17%, dan lebih bagus bila peternak sudah memakai EM4,” kata Koentjoro.
Sukaada merasa senang bisa bisa membantu meningkatkan perekonomian empat orang tenaga kerjanya yang semua perempuan. Selain itu dia juga mampu memberikan penghasilan tambahan kepada peternak tradisional. Sebelumnya para peternak membuang ke kali. Kini dia membina kerja sama dengan ratusan peternak kecil di berbagai desa. Banyaknya peternak yang dibina karena limbah dibutuhkan setiap hari. Sementara seorang peternak kecil hanya mampu menghasilkan tidak lebih dari satu truk.
Penghasilan yang didapat oleh suami Puspawati ini sangat bergantung pada pemasaran pupuk Bokashi Kotaku. “Di musim pemupukan dia bisa mengantongi uang 3-4 juta per minggu,” kata lelaki yang sebelumnya bisnis material bangunan. Sedangkan di luar musim pemupukan pendapatannya mencapai 1,3 – 1,5 juta rupiah per minggu. Gaji empat tenaga kerjanya 25 ribu rupiah per orang per hari. Ketut Suartini, salah seorang yang tenaga kerjanya mengatakan bahwa upah yang didapat lebih tinggi dibandingkan dengan yang diterimanya bila bekerja di sawah.
Sukaada menggantungkan hidupnya pada limbah dan secara tidak langsung pada kelancaran pemasaran pupuk Bokashi Kotaku yang diproduksi Pak Oles. Karenanya dia merasa sangat bersyukur dan berharap pupuk Bokashi Kotaku semakin dipercaya oleh konsumen. Selain itu dengan tulus Sukaada berharap agar Pak Oles bisa segera memliki lahan baru untuk tempat produksi.
Thanks for reading Limbah, Penopang Ekonomi Keluarga Nyoman Sukaada

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar