Home » » Polemik Media Pers Dari Pulau Dewata

Polemik Media Pers Dari Pulau Dewata

BEDAH BUKU
Judul Buku : Kabar-Kabar Kekerasan dari Bali
Penulis : Arifatul Choiri Fauzi
Penerbit : LKiS, Yogyakarta
Cetakan : I, Oktober 2007
Tebal : xiv + 255
Tragedi peledakan bom Bali pada lima tahun lalu, telah mengejutkan warga Indonesia, bahkan dunia internasional. Peristiwa tersebut, menjadikan ‘Pulau Dewata’ yang sebelumnya dikenal sebagai ‘pulau wisata’ paling aman dan sangat digemari para wisatawan dalam dan luar negeri, tiba-tiba menjadi hancur berantakan dan merenggut ratusan nyawa manusia yang tak bersalah.
Akibat aksi sejumlah teroris tersebut, pulau Dewata, bahkan negara Indonesia, mengalami kehancuran di pelbagai bidang kehidupan, baik ekonomi, sosial, budaya serta politik. Sejumlah media massa menyebutkan, bahwa tingkat kunjungan wisata menurun drastis, hingga sampai 80%. Karena beberapa negara asing melarang warganya berkunjung ke Indonesia, seperti Amerika, Singapura, dan Australia.
Buku berjudul “Kabar-Kabar Kekerasan dari Bali” yang ditulis Arifatul Choiri Fauzi ini memaparkan bahwa adanya perbedaan media dalam menyajikan berita tragedi terorisme di Bali. Penulis juga menjelaskan bahwa untuk mewujudkan visi dan misi masing-masing media dapat dilakukan dengan berbagai cara, metode, dan pendekatan. Salah satunya dengan menggunakan framing analisis, yakni struktur konseptual yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana yang menyediakan kategori standar untuk mengapresiasi realitas.
Dalam kasus bom Bali, misalnya framing yang dibawa oleh Kompas adalah humanisme atau sisi kemanusiaan dari peristiwa tersebut, yang artinya Kompas tidak terhanyut dalam perdebatan mengenai siapa pelaku peledakan, berasal dari kelompok mana, dan sebagainya. Kompas lebih memfokuskan pemberitaannya pada upaya pemberantasan teroris melalui pendekatan hukum, siapapun pelakunya harus ditindak secara hukum, tanpa melihat dari mana asalnya, apa agamanya dan sebagainya.
Pada Republika, frame yang dibawa adalah frame Islam atau frame anti Barat, dengan meyakinkan publik pembaca bahwa pelaku peledakan adalah orang Barat, khususnya Amerika dan sekutunya dan menunjukkan bahwa peristiwa peledakan bom Bali yang memunculkan isu terorisme adalah rekayasa Barat untuk mendiskreditkan Islam.
Perbedaan frame wacana terorisme Republika dan Kompas karena adanya perbedaan cara pandang dalam melihat terorisme. Replubika menggunakan wacana terorisme hegemonik politis, yakni mendefinisikan terorisme sebagai tindakan hegemoni negara Barat atas negara berkembang, disamping itu Republika juga menggunakan wacana terorisme stigmatis kritis, yang mengaitkan terorisme dengan ideologi tertentu, yakni Islam dan Barat. Harian Kompas, menggunakan wacana humanisme dalam melihat dan memaparkan terorisme.
Peledakan bom Bali, selain sebagai sumber bencana korban, ternyata menimbulkan polemik lain yang diakibatkan oleh peran media massa. Media massa punya peran sangat strategis dalam pembentukan opini publik. Media massa mampu mempengaruhi opini publik pada suatu peristiwa tertentu bahkan tak jarang membuat audiennya tidak sadar akan peristiwa sesungguhnya yang terjadi. Setiap berita yang disajikan oleh media tentunya telah didesain sesuai dengan “kepentingan” media baik secara internal maupun eksternal.
Kenyataan menunjukkan bahwa pers bukan sesuatu yang murni objektif. Pers bukan alat potret mekanik yang mampu menampilkan dan manggambarkan suatu peristiwa serta even kehidupan secara apa adanya. Keterbatasan teknis jurnalistik dan berbagai kepentingan manusia di balik media massa, menyebabkan penggambaran dan pemotretan yang dilakukan oleh pers mengalami reduksi, simplikasi, dan interpretasi.
Setiap berita yang disajikan oleh media tentunya telah didesain sesuai “kepentingan” media, baik secara internal, maupun eksternal. Tak heran jika perselingkuhan media, pemilik modal, dan kekuasaan merupakan lingkaran setan yang membatasi otoritas wartawan.
Buku yang diterbitkan LKiS, Yogyakarta, Oktober 2007, setebal xiv + 255 halaman ini mengajak kita untuk memahami dunia berita yang dikemas oleh media massa. Selain itu, kita diajak untuk mencari bentuk ideologis dan sosiologis dari sosok media dalam menyajikan produknya.
(Peresensi: Ani Saidah, Guru PLS Tinggal di Malang)
Thanks for reading Polemik Media Pers Dari Pulau Dewata

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar