Home » » LENTERA: Desentralisasi Listrik

LENTERA: Desentralisasi Listrik

Oleh: A.M. Sadli*
Kenaikan harga minyak dunia, memang memukul semua sektor perekonomian, tidak terkecuali PLN. Memang ada korelasi antara kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dengan perusahaan penyedia listrik nasional. Karena hingga kini, mayoritas pembangkit listrik milik PLN menggunakan BBM. Tentu saja naiknya harga minyak dunia membuat cost PLN membengkak berkali lipat.
PLN pun melakukan penghematan dengan menekan pengeluaran di sektor yang dirasa tidak perlu, sebaliknya perusahaan berkonsentrasi untuk memakai energi alternatif. Energi alternatif itu tidak lain batubara. PLN sadar betul Indonesia kaya jenis bahan bakar ini. Namun masalahnya, mengganti bahan bakar berarti juga mengganti pembangkit karena mayoritas pembangkit PLN adalah tenaga air.
Akhirnya crash program PLTU 10.000 megawatt (MW) pun digagas. Tetapi untuk membangun PLTU 10.000 MW bukan persoalan mudah karena PLN terkendala masalah pendanaan, sementara hingga sekarang kondisi keuangan PLN belum juga membaik. Kerugian yang diderita PLN selama ini memang tidak sedikit dan sudah terjadi sejak tahun-tahun sebelumnya. Untuk mengatasi hal itu PLN akhirnya jungkir balik mencari pendanaan agar proyek listrik rakyat tersebut dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Pemerintah selama ini menghendaki adanya pemerataan listrik. Tetapi di sisi lain, PLN sedang menghadapi krisis energi, sementara diversifikasi energi jelas membutuhkan dana yang besar. Dirjen Ketenagalistrikan J Purwono menyatakan bahwa PLN sebaiknya diberikan subsidi untuk mendukung rencana pemerintah dalam pemenuhan listrik rakyat.
Namun itikad baik tersebut menjadi berkurang maknanya karena PLN mempunyai dua “ayah” dengan kepentingan yang berbeda. Yang pertama, Menteri Negara BUMN mewajibkan PLN mencetak laba. Tetapi yang lainnya, yakni Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghendaki agar PLN mencapai target dalam pemenuhan listrik nasional. Pilihan ini membingungkan dan menyulitkan PLN.
Memperbaiki sistem
Beberapa langkah penting untuk mengatasi krisis listrik ini, yakni : (1) Pemerintah harus segera memperbaiki sistem PLN dengan seluruh sektor kelistrikan yang telah menyebabkan proses distribusi listrik pada masyarakat menjadi tidak lancar serta memenuhi pasokan gas dengan melakukan proses intensifikasi dan eksploitasi terhadap sumur gas yang bocor. (2) Memperbaiki sistem manajemen perawatan dan perencanaan tenaga listrik. Apabila tidak segera diantisipasi, semua pembangkit listrik dikhawatirkan akan mati.
(3) Kita berharap agar perhatian pemerintah tidak semata-mata ditujukan bagaimana upaya membuat atau meningkatkan kapasitas pembangkit tenaga listrik. Tetapi juga memperhatikan unsur-unsur penunjang lainnya dengan memanfaatkan sumber daya alam (SDA) sebagai ganti dari sumber tenaga listrik yang semakin menipis. Mulai dari ombak, panas bumi, tenaga air, perbedaan suhu dalam laut, batu bara, gas, dan lainnya.
Misalnya, melalui tenaga air sangat bagus dipakai, karena penggunaannya sangat efektif, efisien serta cukup sederhana. Seperti pembangkit tenaga angin di Belanda, Denmark dan Brazil bisa dijadikan contoh dan bahan pertimbangan serta kajian bagi pemerintah dalam mengatasi krisis listrik. Maka dari itu, pemerintah harus menggunakan potensinya secara maksimal guna mengatasi pasokan listrik yang sedang mengalami problem cukup akut, riskan dan merugikan kepentingan rakyat Indonesia.
Memang benar-benar diperlukan suatu sistem baru yang dapat menyokong penyediaan energi listrik saat ini yang dapat menjangkau seluruh pelosok Tanah Air. Yakni sistem desentralisasi listrik. Sistem ini menggunakan pembangkit listrik berskala kecil yang terdesentralisasi (tersebar) di seluruh daerah rawan listrik dan membutuhkan pasokan listrik yang besar.
Sistem desentralisasi ini memiliki beberapa keunggulan yang membuat jaringan transmisi listrik mengacu pada satu kawasan tertentu. Dengan sistem ini, pembangkit listrik bisa dibangun di tempat yang tidak begitu jauh dengan pihak pengguna listrik seperti rumah sakit, perumahan dan pusat pertokoan. Dengan terdesentralisasi, maka pengelolaan distribusi listrik pun menjadi lebih mudah.
Jangkauan listrik yang relatif lebih dekat ini akan memudahkan pengelolaan distribusi listrik agar lebih lancar. Maka aliran listrik dapat dikendalikan secara optimal, sehingga bila terjadi gangguan listrik dapat dengan cepat ditangani. Kasus padam listrik pun akhirnya dapat dicegah.
Keuntungan lainnya, penyusutan daya listrik menjadi lebih kecil. Penyusutan daya listrik dapat terjadi akibat luasnya jangkauan transmisi listrik yang disertai gangguan sistem distribusi, misalkan putusnya kabel listrik pada daerah tertentu. Penerapan sistem desentralisasi listrik ini sudah saatnya mendapat perhatian serius dari pihak pemerintah, sebab listrik menyangkut hajat hidup orang banyak dan sangat vital serta begitu penting peranannya dalam menunjang berbagai aktivitas masyarakat.
*) Pemerhati masalah birokrasi dan kebijakan publik, tinggal di Bekasi.
Thanks for reading LENTERA: Desentralisasi Listrik

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar