Home » » Masjid Kuno Bayan; Cagar Budaya Plus Wisata Sejarah

Masjid Kuno Bayan; Cagar Budaya Plus Wisata Sejarah

OLEH: HERNAWARDI
Desa-desa di Lombok memiliki keunikan dengan tingkat karakteristik budaya tersendiri. Salah satunya adalah Desa Senaru, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Barat. Desa yang terletak di lereng Gunung Rinjani 150 km lebih arah utara kota Mataram terkenal berkat keunikan adat, agama dan budayanya. Pemda NTB menjadikan desa ini sebagai obyek cagar budaya terkenal di NTB. Wisata sejarah paling kental dilakukan oleh para wisatawan di desa yang berhawa cukup dingin ini. Obyek penelitian sejarahpun sering dilakukan di desa ini. Penduduknya mayoritas memeluk agama Islam. Tradisi adat “Wetu Telu” (tiga waktu) merupakan ikon budaya yang cukup dikenal di desa ini. Banyak versi yang menerjemahkan filosofi ajaran Wetu Telu ini. Dalam rukun Islam yang kedua menunaikan ibadah sholat lima waktu sehari-semalam wajib dilakukan umat Muslim. Namun di Bayan justru lima waktu menjadi tiga waktu yang dikenal dengan sebutan Wetu Telu tadi. Di daerah ini berdiri masjid kuno “Bayan Beleq” (Bayan Besar, red). Sekitar abad ke-16, masjid ini pernah dijadikan pusat penyebaran agama Islam di Lombok bagian utara oleh seorang ulama terkenal dan karismatik asal Jawa. Bahan-bahan dasar untuk membuat masjid ini hampir seluruhnya berbahan tradisional. Atapnya terbuat dari daun kelapa. Rangka kayu bangunan termasuk dinding pagarnya terbuat dari bambu dengan anyaman khas tradisional kuno. Jika masuk ke dalam masjid tersebut kita langsung mencium bau tanah dalam suasana yang gelap-gulita apalagi di malam hari. Jika di pagi hari, kita bisa melihat sejumlah fasilitas yang ada di dalam masjid karena tertembus sinar matahari. Ada bedug yang diperkirakan seusia dengan pembangunan masjid ini. Di depan terdapat mimbar yang digunakan oleh khotif (penceramah) agama untuk menyampaikan pesan-pesan keagamaan. Di atas mimbar ada sebuah ukiran bentuk naga yang melambangkan keperkasaan bagi sang pengukirnya. “Masuk dan keluar dari masjid ini, hendaknya para peziarah merunduk dan kaki berinjit-injit, mengingat jika tak demikian, maka kepala akan terpantul dinding bangunan atau atap bangunan. Jika memasuki masjid ini hendaknya mengambil air wudu yang sudah disiapkan berupa gentong air pancur yang airnya terasa begitu dingin,” ujar Raden Singageria, salah seorang tokoh masyarakat adat Bayan yang cukup disegani di komunitas masyarakat Bayan.
Di pelataran masjid terdapat beberapa makam yang oleh masyarakat Bayan dipercaya sebagai makam para ulama penyebar agama Islam dan tokoh kunci pembuat masjid kuno ini. Masjid yang berada di tengah-tengah rerimbunan pohon tua yang juga diperkirakan usinya sudah hampir ratusan tahun lalu ini setiap tahunnya selalu ramai dikunjungi para wisatawan ataupun para peziarah dari berbagai tempat dari seluruh Nusantara. Para peneliti budaya dari dalam dan luar negeri tidak ketinggalan melakukan riset di desa ini.
Masjid kuno Bayan Beleq dikitari oleh perkampungan rumah penduduk yang berada dusun Karang Bajo, yang berjejer rapi beberapa bangunan tradisional. Rumah-rumah itu ternyata rumah dari para pemangku agama dan para santrinya yang setia belajar dengan guru mereka. Kecuali itu rumah adat lainnya yang disebut Balen Meniq digunakan masyarakat setempat sebagai lumbung atau gudang penyimpanan hasil zakat yang didapatkan dari penduduk setempat yang nantinya digunakan pada hari-hari besar Islam. Fungsi lainnya dari Bale Meniq yakni untuk memasak segala kebutuhan yang digunakan pada acara-acara adat masyarakat Bayan yang tinggal di perkampungan tradisional.
Thanks for reading Masjid Kuno Bayan; Cagar Budaya Plus Wisata Sejarah

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar