Oleh: Wayan Nita
Keinginan untuk mengembalikan kondisi alam yang rusak akibat penggunaan pupuk kimia, mendorong Robert Waas untuk tetap peduli pada pelestarian lingkungan. Obyeknya jelas melalui pertanian dengan belajar teknologi EM di IPSA. Semua ilmu yang diberikan saat mengikuti pelatihan, pun sudah Robert terapkan di desa dan kelurahan Wawali, Minahasa Tenggara.
Melihat banyaknya limbah sabut kelapa (coco pit) di lingkungan tempat tinggal, Robert coba menambahkan bahan-bahan utama pembuatan pupuk bokashi dengan sabut kelapa. Lmbah berasal dari pabrik pembuatan sapu dan keset dari serat sabut kelapa yang dibuang dan mencemari lingkungan. Setelah dikumpulkan limbah disirami bahan utama fermentasi berupa larutan EM dan molases.
Menurut Nyoman Darma, staf pengajar pelatihan IPSA, sabut kelapa dapat digunakan untuk pembuatan pupuk organik. Karena sabut kelapa sendiri adalah bahan organik yang kaya nutrisi dan sangat dibutuhkan tanaman. Selain itu, ungkap Darma, untuk membuat pupuk Bokashi tidak harus menggunakan bahan sama persis dengan bahan utama pupuk Bokashi. Akan lebih baik jika menggunakan bahan organik yang mudah didapatkan disekitar kita. Sehingga tidak menyulitkan dalam pencarian bahan pupuk.
Pembuatan pupuk organik dilakukan sendiri dan masih dalam skala kecil karena sekali membuat pupuk, Robert baru menghasilkan satu ton pupuk organik. Dibantu dua karyawan pembuat pupuk organik, Robert mulai menerapkan pada sayuran dan tanaman hias. Meski penyuluhan sudah dilakukan ke Bali.
Selain karena alasan proses pengaplikasiannya pada tanaman memakan waktu lama juga karena belum ada pelabelan dan nomer registrasi dari dinas pertanian. ”Pelabelan dan pencarian nomer registrasi telah didaftarkan pada dinas pertanian, hanya tinggal menunggu saja. Dan untuk melihat kandungan yang ada pada pupuk organik ini juga telah masuk di dinas,” ungkap Robert Waas.
Keinginan untuk mengembalikan kondisi alam yang rusak akibat penggunaan pupuk kimia, mendorong Robert Waas untuk tetap peduli pada pelestarian lingkungan. Obyeknya jelas melalui pertanian dengan belajar teknologi EM di IPSA. Semua ilmu yang diberikan saat mengikuti pelatihan, pun sudah Robert terapkan di desa dan kelurahan Wawali, Minahasa Tenggara.
Melihat banyaknya limbah sabut kelapa (coco pit) di lingkungan tempat tinggal, Robert coba menambahkan bahan-bahan utama pembuatan pupuk bokashi dengan sabut kelapa. Lmbah berasal dari pabrik pembuatan sapu dan keset dari serat sabut kelapa yang dibuang dan mencemari lingkungan. Setelah dikumpulkan limbah disirami bahan utama fermentasi berupa larutan EM dan molases.
Menurut Nyoman Darma, staf pengajar pelatihan IPSA, sabut kelapa dapat digunakan untuk pembuatan pupuk organik. Karena sabut kelapa sendiri adalah bahan organik yang kaya nutrisi dan sangat dibutuhkan tanaman. Selain itu, ungkap Darma, untuk membuat pupuk Bokashi tidak harus menggunakan bahan sama persis dengan bahan utama pupuk Bokashi. Akan lebih baik jika menggunakan bahan organik yang mudah didapatkan disekitar kita. Sehingga tidak menyulitkan dalam pencarian bahan pupuk.
Pembuatan pupuk organik dilakukan sendiri dan masih dalam skala kecil karena sekali membuat pupuk, Robert baru menghasilkan satu ton pupuk organik. Dibantu dua karyawan pembuat pupuk organik, Robert mulai menerapkan pada sayuran dan tanaman hias. Meski penyuluhan sudah dilakukan ke Bali.
Selain karena alasan proses pengaplikasiannya pada tanaman memakan waktu lama juga karena belum ada pelabelan dan nomer registrasi dari dinas pertanian. ”Pelabelan dan pencarian nomer registrasi telah didaftarkan pada dinas pertanian, hanya tinggal menunggu saja. Dan untuk melihat kandungan yang ada pada pupuk organik ini juga telah masuk di dinas,” ungkap Robert Waas.
KPO/EDISI 147/MARET 2008
0 komentar:
Posting Komentar