Home » » Berdoa Dan Bekerja

Berdoa Dan Bekerja

SOKSIOLOGI
Oleh: Pak Oles
Dalam menjalani hidup dan kehidupannya di dunia, manusia memiliki salah satu kelebihan dibanding dengan makhluk ciptaan lain. Selain dikaruniai akal budi, manusia juga bisa berdoa. Sedangkan ciptaan lain seperti tanaman, hewan atau setan, tidak bisa berdoa. Kelebihan itulah yang memberi nilai tambah bagi manusia untuk dapat meningkatkan kualitas hidupnya, --material dan spiritual.
Kenapa? Karena dengan doa, manusia bisa berkarya, melakukan tugas, mewujudkan keinginan, bergumul dan melewati rintangan. Manusia juga dapat melaksanakan sesuatu yang dianggap tidak mungkin menjadi mungkin, dan masih banyak hal-hal besar yang bisa diwujudkan seorang manusia dengan kekuatan doa (The Power of prayer).
Hanya saja, apakah dengan doa saja seorang manusia cukup untuk mewujudkan sebuah harapan cita? Jelas tidak. Manusia harus melakukan dengan kerja keras. Lalu, apakah kerja keras saja sudah dianggap cukup untuk memenuhi segala kebutuhan kemanusiaan seorang manusia? Sekali lagi, saya menegaskan, kerja keras saja juga tidak cukup dalam berkarya di arus pengembaraan. Lantas? Ya, harus digabungkan dengan doa. Dalam konsep berpikir inilah, lahir filosofi ora et labora, berdoalah dan bekerjalah. (Orare; berdoa, sembahyang, dan Laborare; bekerja, melakukan -- bahasa Latin). Secara reflektif berarti, untuk mencapai suatu keberhasilan sejati, manusia harus berdoa dan berkarya (bekerja). Jadi, ada dua hal yang harus dilakukan secara bersamaan, bukan sebatas berdoa saja, atau bekerja saja. Jelas, tidak satu-satunya dilakukan tetapi keduanya dalam satu kesatuan aksi.
Untuk urusan doa, mungkin manusia Indonesia merupakan manusia berbangsa yang paling rajin berdoa. Bayangkan saja, sekitar 220 juta penduduk Indonesia tidak ada satupun yang mengaku tidak beragama. Kalau mau tahu, kita bisa lihat KTP-nya, tidak ada penduduk Indonesia yang mengaku ateis. Tempat-tempat ibadah selalu dipenuhi umat beragama ketika hari-hari suci. Bahkan, seluruh media radio dan TV mengajak umat untuk berdoa setiap hari, minimal pada pembukaan dan penutupan acara rapat atau pertemuan kelompok atau organisasi. Semua aktivitas selalu diawali dan diakhiri dengan doa.
Nyatanya, doa kita banyak yang belum manjur. Apakah mantra Ora et Labora n sudah tidak mustajab lagi? Tingkah laku kita yang menyebabkan mantra itu tidak manjur lagi. Ataukah Tuhan sedang tidak menghiraukan doa kita yang cenderung merengek-rengek. Mungkin jawabannya ada pada hati nurani setiap kita. Apakah kita telah benar-benar berdoa dan bekerja keras? Apakah hati kita telah berdoa dan bekerja, ataukah hanya mulut saja yang komat-kamit dan tubuh saja yang bekerja seperti robot untuk mencapai target?
Firman Allah dalam surat Al-Mukmin mengatakan, “Berdoalah kepadaKu, niscaya Aku kabulkan untukMu.” Jika hasil kerja dan harapan kita belum terwujud, mungkin kita belum menyertakan doa dalam kerja kita, atau kita baru berdoa setengah hati. Atau kerja kita belum keras, belum serius dan belum tulus, sehingga menyiratkan makna bahwa frekuensi gelombang doa dan gelombang kerja belum pas dengan gelombang cinta dan kasih Tuhan. Ibarat antena TV yang berkarat, meski pemancar studio TV hebat dan canggih, tapi pesawat TV tetap menangkap siaran dengan gerimis, dan tidak ada gambarnya.
Dalam sebuah perenungan, seseorang bertanya kepada dirinya sendiri, mengapa kerja yang dilakukan selama ini tidak mendapatkan hasil yang optimal. Dia telah bekerja siang dan malam, tanpa kenal lelah. Dia telah bekerja secara cerdas dengan belajar, mengembangkan ilmu dan membina pergaulan yang luas. Dia sudah rajin berdoa, bahkan sangat rajin. Tapi kenapa hasil kerjanya tidak optimal, kurang maksimal, bahkan cenderung ke titik minimal. Bila bekerja harus menggunakan 100 strategi untuk berhasil, mungkin dia sudah menggunakan 200 strategi. Kenapa hasilnya belum juga memuaskan?
Dalam perenungan yang cukup mendalam berhari-hari, dia mendapatkan jawaban dalam tiga kata; “Kerjamu kurang doa!” Tidak ada perlawanan dan pergulatan batin dalam nuraninya. Dia membenarkan, bahwa doa-doa yang diucapkan selama ini tidak lain adalah doa keinginan materi, yang mungkin selalu ingin lebih karena tuntutan hidup. Doanya belum mantap, belum tulus, belum ikhlas, belum khusyuk, hatinya belum bergetar. Karena itu, sebaiknya kita merunduk sembari menyelami kalimat berikut; Lebih baik berdoa dengan hati tanpa kata-kata, daripada berdoa dengan kata-kata tanpa hati. Jadi berdoa tidak sebatas terucap di bibir, lalu pikiran melayang ke mana-mana, hati masih tetap keras menolak energi Tuhan. Lantas, apa yang didapat dari doa yang hanya komat-kamit? Mungkin stres karena harapannya tidak terlaksana. Ibarat penumpang yang menaiki bis mogok, sampai kapanpun tidak akan pernah sampai ke tujuan.
Mungkin banyak di antara kita yang demikian. Berarti nasib kita sama. Doa kita belum dikabulkan. Filosofi berdoa dan bekerja menunjukkan, berdoa dan bekerja merupakan suatu kesatuan yang harus dilakukan secara bersama-sama untuk meraih sebuah keberhasilan.
Doa bukan hanya dilakukan pada awal dan penutup kerja, atau hanya dilakukan saat-saat ada masalah genting. Tetapi doa harus dilakukan menyatu dengan kerja. Dalam setiap langkah, nafas, strategi, eksekusi, merenung dan setiap kesempatan, jelas harus berdoa. Karena hanya itulah yang menguatkan hati kita untuk bekerja, dengan gigih dan tekun, dengan sepenuh hati, tanpa keraguan dan pantang menyerah. Kalau demikian adanya, maka seluruh kerja akan memberikan hasil maksimal, di atas rata-rata, melewati batas yang tidak mungkin secara akal sehat. Bekerja dan berdoa, itulah kunci keberhasilan.
Seseorang yang bekerja dengan dendam dan iri hati, mungkin karena ego yang tinggi, merasa disakiti, atau dengan berbagai perasaan lain yang merusak dirinya sendiri, meski bekerja secara keras, meski doa diucapkan secara keras-keras, pasti tidak berhasil. Karena bekerja dengan dendam dan iri hati sudah cukup untuk menutup pintu rezeki. Hatinya tertutup oleh cinta kasih. Tidak ada doa yang manjur lahir dari hati yang keras. Tubuhnya yang bekerja hanya dari fisiknya. Hasilnya sudah dapat ditebak. Meski dalam jangka pendek terlihat memberikan keberhasilan, tapi dalam jangka panjang akan menghasilkan kegagalan. Dalam banyak kasus, kebanyakan kegagalan dicapai dalam jangka pendek dan jangka panjang. Karena itu, apapun yang dikerjakan harus dengan kebersihan hati, --hati yang lapang dan ikhlas--, sehingga hati menjadi kuat untuk menahan setiap goncangan batin kala menghadapi cobaan dan kegagalan.
Berdoa bukan sekedar upacara, bukan rame-rame menuju tempat ibadah atau dengan mulut komat-kamit. Pun bukan dengan suara lantang biar terlihat mantap. Bukan itu yang dimaksud Tuhan. Doa itu ada di dalam hati, --tulus dan ikhlas--, untuk memohon berkah dan rahmat-Nya, untuk menguatkan hati dan membuang keraguan, berjihad, berkarya dengan keteguhan hati, dalam jalan Tuhan.
Berdoa itu banyak ragam dan caranya. Dalam bahasa apapun kita sampaikan, Tuhan pasti mendengar. Karena doa adalah bahasa hati. Ir Permadi Alibasyah dalam buku Renungan Kalbu, Pengantar untuk Mencapai Pencerahan Jiwa menuliskan doanya yang cukup menggetarkan kalbu. Kita perlu merenung bersama untuk menghayati sepenggal doa yang mungkin dapat mencerahkan kesadaran jiwa.
“Tlah banyak karunia yang Engkau berikan kepadaku, tlah banyak Engkau limpahkan rezeki-Mu padaku, tak terhingga nikmat Engkau yang telah aku rasakan, namun demikian aku sering kali lalai mensyukurinya, aku sering kali membangkang pada-Mu .....Janganlah Engkau campakkan dan jangan Engkau jauhi Aku, tapi teteskanlah ya Allah seberkas cahaya-Mu pada hatiku, karena tanpa bantuanmu mustahil aku dapat mensyukuri nikmat-nikmat-Mu, mustahil aku dapat selalu taat pada-Mu, mustahil aku dapat menggunakan harta yang Engkau titipkan padaku sebagai sarana untuk pengabdian kepada-Mu....”

Thanks for reading Berdoa Dan Bekerja

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar