Home » » Tradisi Potong Gigi Masyarakat Bali

Tradisi Potong Gigi Masyarakat Bali

Simbol Menaklukan Musuh Jiwa
Oleh: Wayan Nita

Bagi sebagian orang, gigi menjadi bagian terpenting untuk menunjang penampilan. Saking pentingnya, banyak orang tua zaman dahulu makan sirih pinang dan isap tembakau sebagai pengganti sikat gigi, dan konon gigi tetap tampak indah dan menarik. Pada era modern terkini, ada yang sengaja menambah ornamen gigi sampai memutihkan gigi dengan laser.
Bagi masyarakat Bali yang mayoritas menganut agama Hindu, ada tradisi khusus untuk potong gigi. Ketua Jurusan Antropologi Fakultas Sastra Universitas Udayana Denpasar, Drs I Nyoman Sama, M.Hum menyatakan, potong gigi (mesangih atau metatah), secara harfiah merupakan memotong (meratakan) enam gigi bagian atas.
Upacara itu menjadi tradisi yang dilakukan secara turun temurun dengan lebih menekankan pada aspek Yasa Kerti, --wajib hukumnya bagi orang tua untuk menyelesaikan hutang kepada seorang anak. Dalam Hindu, sudah diajarkan adanya lima hutang yang wajib dibayar seorang manusia, antara lain Manusia Yadnya (hutang orang tua kepada anak).
Makna estetika dari peristiwa metatah, agar gigi terlihat lebih rata. Secara religius, menundukkan Sad Ripu (enam musuh) dalam setiap umat Hindu. Usai upacara itu, diharapkan pikiran-pikiran manusia lebih jernih dan bisa memilah perbuatan baik dan buruk. Mereka menjalani upacara inipun harus dipilih, terutama mereka yang sudah melewati masa akil balik (pubertas) atau orang dewasa. Bagi mereka yang sudah dewasa, perlu pengendalian hawa nafsu untuk menapaki masa depan yang lebih baik.
Dari awal hingga selesai, upacara potong dilakukan dalam suasana yang penuh religius dan diliputi rasa mistik. Karena saat seseorang dalam posisi tidur sebagai tanda siap dipotong giginya, jiwa manusia itu sedang dalam kondisi yang sangat lemah dan sangat mudah bagi manusia untuk melakukan tindak kejahatan.
Untuk itu, ungkap Nyoman Sana, Sangging (seorang yang bertugas memotong gigi) terlebih dulu merajah (menuliskan aksara suci) kasur, tikar dan bantal guling yang digunakan untuk tidur. Selain itu, orang yang siap dipotong giginya dirajah oleh Sanggih di bagian dahi, gigi, lidah dan dada sebagai simbol membentengi diri agar dapat terhindar dari pengaruh buruk.
Dalam posisi tidur, orang yang siap disangih membuka mulut dan diberi potongan kayu dadap agar mulut tetap terbuka sehingga memudahkan Sangging mengasah gigi. “Tapi saat ini, dengan persetujuan dua belah pihak, gigi hanya sekedar digosokkan pada kikir. Untuk melindungi agar email gigi tidak rusak terkena gesekan,” jelasnya ana.
Setelah dikikir, orang yang dipotong giginya harus membuang air kelapa gading yang dipakai untuk kumur dan ludah ke dalam kelapa gading yang telah dirajah. Kemudian, kelapa gading harus ditanam atau dibuang sesuai adat setiap desa adat sehingga tidak disalahgunakan baik oleh orang yang dipotong giginya maupun orang lain untuk melakukan aksi-aksi kejahatan.
Setelah itu, mereka yang dipotong giginya diberi cermin agar melihat apakah gigi sudah rata, kelihatan cantik dan manis. Jika orang tua dan sanak saudara yang menyaksikan mengatakan sudah rata dan cantik, maka proses mesangih dianggap selesai. Jika belum, siap-siap lagi diratakan. Bila dianggap selesai, Sanggih segera menutup upacara dengan serangkaian doa.
Thanks for reading Tradisi Potong Gigi Masyarakat Bali

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar