SOKSIALOGI
Ternyata waktu yang tidak ditunggu oleh Mas Tikul telah hadir. Dia jadi bingung, stress dan lemes. Kadang-kadang muncul rasa benci dan marah, atau berbalik menjadi minder dan sedih. Umur Mas Tikul menginjak 55 tahun. Dia harus pensiun dari pegawai negeri dan melepaskan jabatannya sebagai Kepala Dinas di Kantor Kota. Prestasi kerjanya mengendor sejak lima tahun terakhir, bukan karena masalah fisik, tapi karena masalah pikiran. Dia terlalu sibuk mempertahankan jabatan dengan bermuka manis serta rajin menjilat pantat Pak Wali Kota. Oleh karena itu banyak proyek Asal Bapak Senang dikerjakan untuk meningkatkan citra dirinya. Anak buahnya dongkol melihat wajah masam yang selalu dipamerkan Mas Tikul jika ada masalah. Saat hari perpisahan dan serah terima jabatan Kepala Dinas dilakukan, anak buahnya bersorak merdeka dalam hati, tapi mereka tetap memasang wajah sedih seolah kehilangan bos yang baik hati. Mas Tikul juga memasang wajah sedih melihat ketulusan hati anak buahnya. Sebenarnya kesedihan Mas Tikul lebih bersumber karena kehilangan jabatannya daripada berpisah dengan cecunguk. Mereka sama-sama memasang topeng untuk bermuka sedih, walau dalam hati tidak ada yang tahu.
Istrinya terus menerus memompa semangat Mas Tikul untuk berjuang dan berkarya, tentu saja untuk mempertahankan agar asap dapur tetap ngebul. Pikiran Mas Tikul bergeliat renyah mencari peluang. Setelah kesana kemari berdiskusi, berbagi ide dan mencari dukungan, Mas Tikul menawarkan diri menjadi Ketua Partai Gurem Indonesia (PGI) tingkat Dewan Pimpinan Cabang (DPC). Cita-citanya ingin menjadi wali kota pada pemilu nanti, sekaligus ingin unjuk gigi di hadapan wali kota sekarang, bahwa Mas Tikul bukanlah tipe ras manusia penjilat pantat seperti yang telah dilakukan. Dia adalah calon pemimpin masa depan, yang berani berkorban demi rakyat, sesuai mimpinya yang sering menyelimuti tidurnya. Karena keseriusan dan latar belakang birokrasi yang dimiliki, maka Mas Tikul terpilih menjadi Ketua DPC PGI di kotanya. Dia bangga, dengan jumawa petantang-petenteng mengenakan atribut partai merekrut pengurus dan anggota.
Pada bulan pertama saat dilantik Mas Tikul rajin memotivasi pengurus dan merekrut anggota. Mas Tikul rajin memimpin rapat Di bulan kedua semangat pengurusnya kempes seperti balon bocor. Tiga bulan setelah kepemimpinannya, seluruh pengurus menyatakan mengundurkan diri. Mereka menyatakan mosi tidak percaya atas kepemimpinannya yang kurang berani bertindak. Tapi Mas Tikul tetap bersikukuh untuk menjadi pemimpin, walaupun tanpa anak buah. Dia terlalu sibuk memotivasi dirinya sendiri untuk berani berkorban. Dialah calon pemimpin masa depan di dunia antah-berantah yang selalu berteriak maju terus pantang mundur padahal dirinya diam. Dia masih bingung dengan lingkungan barunya yang sangat berbeda. Ternyata menjadi pemimpin dan menjadi bos memang ibarat siang dan malam. Karena menjadi pemimpin harus memberi contoh, menjadi bos cukuplah dengan berteriak.
Ternyata krisis kepemimpinan bukan hanya dialami oleh Mas Tikul saja, tapi mungkin dialami oleh sebagian besar anak negeri. Buktinya mencari pemimpin di setiap lini organisasi ternyata sulitnya minta ampun. Orang mau menjadi pemimpin bukan karena kapasitas yang dimiliki dan tanggung jawab yang harus diemban, tapi karena ingin jabatan, fasilitas serta gaji yang menarik. Seperti buah yang ranum dan lezat, semua orang ingin menikmatinya, tapi tidak semua orang berniat menanam dan merawatnya. Setiap pemimpin harus rajin menanam dan merawat, baru di kemudian hari dia berhak memanennya. Dia harus rajin dan tekun menanam waktu, tenaga, uang, ilmu pengetahuan, kepercayaan dan jaringan, serta terus menerus merawatnya dengan baik, sehingga di suatu hari nanti dia bisa memanen jerih payah hasil tanamannya. Mas Tikul ingin memanen cepat hasil tanamannya yang baru ditanam kemarin sore. Hasilnya adalah kekecewaan dan angin sorga.
Mas Tikul gagal dalam menerapkan ilmu menyuruh dan mendengar, yang menjadi salah satu syarat dalam kepemimpinan. Untuk berhasil dalam menyuruh orang dia harus pintar memberi contoh. Seorang pemimpin yang didengar oleh anak buahnya haruslah pintar mendengar anak buahnya. Mas Tikul berteriak-teriak agar anak buahnya menyumbang dan bekerja keras, sementara dia sendiri tidak mengeluarkan koceknya dan ragu-ragu bertindak. Dia sangat rajin membahas strategi dan membagi petuah kepemimpinan, tapi malas merealisasikan. Petuahnya tidak didengar, karena dirinya sendiri tidak melaksanakannya. Ibarat meriam kosong yang menyalak, bunyinya keras tapi tidak mematikan nyamuk.
Pakar kepemimpinan Hutton menjelaskan praktek kepemimpinan dengan ilmu mendengar, seperti yang ditulis oleh James L Garlow dalam bukunya 21 hukum kepemimpinan sejati teruji oleh waktu, dengan 9 prinsip kepemimpinan. 1. Anda bukanlah pemimpin kalau orang tidak mendengarkan anda. 2. Ketika orang mendengarkan anda, andalah pemimpinnya. 3. Sebelum anda berbicara dan berharap orang mendengarkan, dengarkanlah mereka. 4. Orang mungkin mendengarkan, tetapi agar mereka mengikut anda, anda harus berbicara meyakinkan dan menawan. 5. Orang lebih mendengarkan ketika mereka menjadi bagian dari komunitas bersama anda. 6. Pemimpin juga peka terhadap waktu bicara, seperti terhadap isi komentarnya. 7. Bicaralah, maka orang yang hadir akan mendengarkan; tuliskanlah, maka orang yang belum lahir akan mendengarkan. 8. Ketika pemimpin berbicara, mereka pegang perkataan mereka; kalau tidak, mereka kehilangan hak didengarkan. 9. Orang mendengarkan orang yang mereka percayai.
Mungkin Mas Tikul termasuk orang budek. Dia mendengarkan tetapi tidak mengerti. Bukan karena masalah bahasa yang berbeda, tetapi karena masalah perbedaan hati. Hati orang yang mendengarkan dengan orang yang berbicara haruslah sama, sehingga apa yang didengarkan bisa dimengerti dan diamalkan. Kalau orang tidak mengerti dan tidak mau mengerti apa yang kita bicarakan pastilah kita bukan pemimpinnya, mungkin perkataan kita isinya kosong, atau terlalu abstrak, sehingga hanya bisa dipahami oleh mereka yang sakit jiwa. Mas Tikul berteriak tapi tidak didengarkan, memerintah tapi tidak dilaksanakan, marah tapi dicuekin, mengumpat tapi dianggap lucu, sedih tapi dikira mules.
Pemimpin harus memberi contoh, membakar semangat dan mendorong dari belakang. Bagi mereka yang tidak memberi contoh tidak akan bisa membakar semangat, apalagi mendorong dari belakang. Tindakan yang paling sulit bagi pemimpin adalah memberi contoh. Membakar semangat dan mendorong dari belakang bisa dilakukan siapa saja. Memberi contoh membutuhkan keberanian berkorban dan melayani secara terus menerus. Mas Tikul tidak rela berkorban apalagi menjadi korban. Mas Tikul malu menjadi pelayan, tapi ingin selalu dilayani. Maka pantaslah dia tidak mendapat kepercayaan dari anak buahnya, dia sudah tidak dipercaya lagi, karena kepercayaan itulah landasan kepemimpinan.
Dua bulan kemudian terdengar berita. Mas Tikul terbujur kaku akibat nenggak racun. Dia lari ke kampung akhirat untuk melanjutkan ilmu kepemimpinan di negeri setan. Dari pengalamannya memberikan guru. Guru yang bodoh??!
0 komentar:
Posting Komentar