Home » » Meretas Budaya Kepemimpinan Agraris

Meretas Budaya Kepemimpinan Agraris

Sharing Gubernur Jagung Fadel Muhammad (1)
OLEH: BENY ULEANDER

Lawatan Gubernur Gorontalo Dr Ir Fadel Muhammad selama 2 hari ke Bali, 26-27 Juni, memahat kesadaran baru bahwa pengembangan potensi pertanian lokal amat mudah, tidak rumit dan efektif mendatangkan kesejahteraan masyarakat dalam waktu yang singkat. Ternyata bumi pertiwi masih melahirkan pemimpin visioner dengan kesadaran konseptual memberdayakan potensi unggulan daerah berbasis agribisnis. Koran Pak Oles menurunkan laporan empat edisi agar visi, misi dan konsep kinerja hasil yang ditoreh seorang anak bangsa di sebuah propinsi miskin yang menjadi kaya bisa membuahkan “virus ide” bagi pengembangan kepemimpinan lokal.
Bung Fadel, demikian sapaan pria kelahiran Ternate 20 Mei 1952, membagi pengalaman kepemimpinannya di Gorontalo yang sukses mengembangkan jagung menjadi tanaman unggulan Gorontalo.
Menurut mantan Bendahara DPP Golkar itu, ada banyak cara yang singkat dan efisien untuk membawa bangsa ini keluar dari keterpurukan ekonomi. Salah satunya dengan metode kepemimpinan agraris yang menempatkan sektor pertanian atau keunggulan daerah sebagai branding (trade mark) pembangunan. Kepemimpinan agraris dirintis dengan mengelola pemerintahan mirip perusahaan. Tuntutan perubahan tersebut sesuai dengan trend desentralisasi, globalisasi, demokrasi dan transparansi kebijakan publik.
Sebelum reformasi, masyarakat tidak mengkritisi berbagai program dan kebijakan pemerintah. Saat ini, rakyat di berbagai daerah dengan sadar dan kritis menuntut kinerja pemerintahan yang pro rakyat.
Ia melihat banyak calon gubernur incumbent gagal melaju karena tidak meraih dukungan rakyat. Rakyat akan memilih lagi seorang pemimpin kalau mereka sudah melihat hasilnya. Fadel sendiri sudah dua periode menjabat Gubernur Gorontalo. Pada pemilihan periode kedua 2006-2011, ia jarang menggelar kampanye karena yakin rakyat percaya kepada visi dan hasil yang diraihnya selama 5 tahun. Memang Fadel menang mutlak dengan dukungan 81% suara, sebuah dukungan yang tertinggi dari rakyat, sehingga fadel dianugerahi penghargaan rekor MURI. “Saya sudah kampanye selama 5 tahun, sehingga saya percaya akan dipilih lagi,” ujarnya.
Menurut Prof Dr Musa Asy’arie, staf ahli menteri bidang sosial budaya dan peran masyarakat, kunci sukses Fadel Muhammad terletak pada keberhasilannya mengubah cara pikir (mindset) birokrat dan rakyat. Budidaya jagung dikemas Fadel menjadi budaya yang bernilai ekonomis. Ia menata demokrasi sosial budaya dan demokrasi ekonomi. “Bagaimana dengan budaya menanam jagung rakyat bisa hidup sejahtera,” ujarnya.
Sementara praktisi komunikasi Drs Amir Effendi Siregar, MA melihat Gubernur Fadel mencetak sebuah ideologi pembangunan agraris pro rakyat. Sepak terjang kepemimpinan Fadel tidak lepas dari pemahaman manajerial birokrat yang dipelajarinya di UI. Birokrat di daerah harus bisa memahami visi pemimpinnya. Demikian juga langkah komunikasi rutin Fadel dengan rakyat lewat radio atau media massa lokal agar rakyat tahu apa yang dimau oleh pemerintah lewat serangkaian kebijakan. Akibatnya, baik birokrat maupun rakyat sadar bahwa Fadel sedang mencegah monopoli pemodal yang selama ini merugikan rakyat.
Menurut Fadel, ada korelasi erat antara manajemen kepemimpinan birokrat dan human development index (HDI) suatu daerah. HDI menjadi barometer menilai kemajuan sebuah program. Artinya, kepemimpinan agraris yang efektif mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Masyarakat mulai merasa bahwa dengan menanam kini mereka ada uang untuk membiaya sekolah anak mereka atau biaya pengobatan di rumah sakit. Hal inilah yang terjadi di Gorontalo. Pertumbuhan HDI tahun 2001-2006 dari 64,1% menanjak jadi 67%. Pendapatan rakyat naik karena pemerintah fokus mengembangkan sektor pertanian, perikanan dan pertenakan.
Di bidang pertanian, Fadel mendorong rakyatnya untuk menanam jagung. Ia melihat jagung yang tidak banyak membutuhkan air merupakan komoditi yang tepat sesuai dengan kondisi tanah Gorontalo.
Lanjut Fadel, pemimpin agraris harus mengubah paradigma lama. Paradigma baru Fadel adalah jual dulu baru tanam. Kalau sebelumnya, rakyat disuruh menanam jagung, panen, olah dan baru jual. Kelemahannya, harga akan rendah dan rakyat merasa sia-sia kerja keras mereka tidak meraih hasil maksimal. Karena itu, langkah awal Fadel membangun jaringan pemasaran dan penandatanganan kontrak ekspor jagung dengan Malaysia, Filipina dan Korea Selatan. Rakyat dengan mudah didorong untuk menanam jagung karena sudah ada pasar.
Thanks for reading Meretas Budaya Kepemimpinan Agraris

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar