Home » » Menciptakan Pendidikan Yang Menyenangkan

Menciptakan Pendidikan Yang Menyenangkan

Oleh: Nurani Soyomukti*
George Snyder, pendidik besar Prancis, dalam buku terakhirnya yang berjudul “La Joie a l’Ecole” (‘Bersenang-Senang di Sekolah’) memandang adanya kebutuhan bagi para pendidik untuk menciptakan kesenangan melalui pendidikan. Pemikir kritis ini menggambarkan sekolah yang penuh dengan kesenangan, tetapi juga tidak kurang seriusnya. Anak-anak harus dibuat senang pada dunianya, tetapi juga harus dibuat senang untuk mempelajari dunianya.
Sekolah-sekolah harus menjadi pusat-pusat kreatifitas di mana orang mengajar dan belajar dengan rasa senang. Sekarang ini tak ada sekolah yang menciptakan perasaan gembira bagi anak-anak. Kondisi-kondisi materiil, gaji pendidik dan stafnya, pemeliharaan dan perbaikan sekolah pada waktunya, dan tujuan pelangsingan birokrasi merupakan suatu hal yang yang harus dipenuhi. Tetapi kondisi materiil bukanlah “ruh” pendidikan, tetapi “badan” pendidikan.
Karenanya situasi menyenangkan di sekolah harus diciptakan. Karena kalau tidak, yang terjadi hanyalah ketegangan yang menciptakan perasaan bahwa belajar itu membosankan dan bikin stressed (menekan pikiran). Kalau ketegangan tercipta, maka hal ini akan menyebabkan kerentanan bagi psikologis anak didik.
Cegah Kekerasan
Kekerasan menciptakan kekerasan sebagaimana ketegangan dan keseriusan membawa penekanan psikologis yang membuat anak-anak mudah melakukan tindakan-tindakan yang negatif. Pada akhirnya sekolah akan menjadi lembaga yang menciptakan kekerasan. Pertama, kekerasan antara guru dan murid. Tak jarang karena situasi yang menyenangkan (joyfull) hilang, guru merasa bahwa mengajar adalah beban berat, bahkan keterpaksaan, bukan kesantaian. Karenanya tak jarang ia memperlakukan murid secara diskriminatif, sebagai beban, dan secara tak sadar menganggap murid sebagai musuh.
Kedua, kekerasan antara murid itu sendiri. Kasus smack down yang pernah menjadi bahan pemberitaan berbagai media adalah contoh kekerasan di antara sesama anak-anak (murid). Sebabnya jelas, para murid membikin permainan yang bernuansa gulat dan kekerasan karena mereka tak mendapatkan pembelajaran yang nyaman dan tidak diarahkan oleh para guru untuk bermain secara positif. Tugas pendidiklah untuk mencari dan menunjukkan permainan yang bernuansa positif dan pembelajaran pada siswanya. Sayang kemampuan tersebut masih minim sekali di kalangan guru.
Bahkan belakangan kita juga dikejutkan oleh maraknya kasus bullying di kalangan pelajar. Kekerasan akibat bullying terhadap seorang siswa di SMA 34 Pondok Labu, Jakarta Selatan, membuat kita terhenyak. Muhammad Fadhil, salah satu siswa di SMA tersebut disiksa sampai tulangnya patah oleh seniornya yang tergabung dalam geng Gazper. Kejadian itu merupakan bukti bahwa kekerasan terus merebak di tengah-tengah kita. Bullying adalah penggunaan agresi dengan tujuan untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun mental, yang dilakukan secara berulang-ulang. Bullying dapat berupa tindakan fisik,verbal dan emosional. Sebenarnya bullying (intimidasi) merupakan masalah klasik yang berkesinambungan, dan kompleks. Bullying terjadi di hampir semua area kehidupan, politik, ekonomi, olahraga, keluarga, tempat kerja, termasuk dunia pendidikan (sekolah).
Tindakan bullying dalam dunia pendidikan adalah ironis, selalu menunjukkan bahwa pendidikan dianggap gagal karena kekerasan bukanlah hakekat proses dan tujuan pendidikan. Sayangnya, guru dan pendidik di Indonesia belum menyadari dampak negatif bullying yang bisa berbentuk penggencetan, olok-olok antar-teman, dan sebagainya. Guru masih menganggap bullying sebagai hal biasa dalam kehidupan remaja, bahkan dalam format acara tertentu sudah dianggap legal oleh instansi pendidikan yang bersangkutan. Kalaupun ada yang peduli, tapi peran guru seolah-olah tidak kuasa untuk meredam tindakan-tindakan bullying yang dilakukan oleh muridnya pada acara-acara yang dikelola muridnya sendiri.
Kreatifitas penyelenggara pendidikan sangat dibutuhkan agar tercipta sekolah yang kondusif bagi munculnya iklim pembelajaran yang menyenangkan tetapi tetap bisa membuat anak didik bisa belajar dengan serius. Anak-anak kita perlu diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, membuka ruang publik seluas-luasnya bagi anak muda untuk berkarya dan berkreasi. Misalnya memberikan kegiatan dan pendidikan yang lebih relevan dengan kebutuhan anak muda zaman sekarang yang mengarah pada pengembangan potensi anak muda. Kita perlu memberikan bekal yang cukup bagi mereka untuk menyongsong tahap berikutnya sebagai manusia dewasa yang nantinya akan terjun ke dalam kehidupan bermasyarakat.
*) Penulis buku “Pendidikan Berperspektif Globalisasi” (Aruzzmedia, Yogyakarta 2008); kini mengolah Rumah Baca-Tulis Komunitas Teman Kata-kata (KOTEKA) Trenggalek, Jatim.
Thanks for reading Menciptakan Pendidikan Yang Menyenangkan

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar