Home » » Mengatur Uang

Mengatur Uang

Oleh: Pak Oles
Dalam waktu satu bulan Bu Wati tidak bisa tidur nyenyak, pikirannya tegang dan wajahnya kusut. Siang hari dia sibuk bertemu kenalan dan kerabatnya untuk minta tolong, karena lagi butuh. Tapi permintaannya itu tidak ada yang menggubris, karena kenalan dan kerabatnya sudah faham akan penyakit lamanya yang sering kumat. Kalau Bu Wati minta tolong berarti tolong dipinjami duit. Penyakit pinjam duit jarang diobati dengan mengembalikan duit pinjaman tepat waktu. Dia kena penyakit suka ngemplang. Karena sering ngemplang utang dia menjadi tidak dipercaya oleh yang meminjami.
Setelah didiagnose paranormal, kenapa Bu Wati menderita penyakit tidak bisa tidur adalah karena penyakit bokek berat berkepanjangan alias minus kas lancar. Dia tidak bisa mengelola keuangan sendiri. Pengeluarannya selalu mendadak dan tidak terprogram. Dia suka membeli barang bagus dan mewah yang sebenarnya tidak dibutuhkan, semuanya itu harus dibayar dengan mencicil dan menggali lubang.
Dogler juga bernasib sama seperti Bu Wati. Lelaki berbadan kekar itu kelihatan loyo karena kantongnya layu. Dia kena penyakit tongpes alias kantong kempes. Padahal dia adalah pekerja rajin dan ahli dalam pemasaran. Pendapatannya besar, sayangnya, pengeluaran jauh lebih besar. Gajinya hanya cukup dua minggu. Untuk menjalankan hidup di hari berikut, uang didapat dari kerja serabutan ditambah jurus ngemplang dan ngebon. Hidup memang terasa sepi dan menyakitkan jika bergelimang hutang. Dogler sering mengutuki kebiasaan hidupnya sendiri yang susah ditinggalkan.
Dia terbiasa berjudi, hidup boros dan mengumbar syahwat. Sewaktu gaji sedikit, pengeluaran juga masih sedikit dan bahkan sering tersenyum menjalani hidup. Sewaktu gaji meningkat, pengeluaran juga semakin meningkat, bahkan jumlah pengeluaran semakin dahsyat, karena gaya hidup dan tuntutan hidup yang tidak terkendali. Bahkan dalam banyak kasus, banyak orang tambah pusing setelah gaji meningkat. Masalahnya, karena tidak tahu cara menggunakan (membelanjakan) uang. Robi teman saya selalu ngedumel saat menerima gajinya di awal bulan. Slip gaji penuh potongan akibat pinjaman, bon koperasi, kartu kredit dan pulsa telpon yang membengkak. Saat seorang temannya menganjurkan untuk menabung sebagian pendapatan, dia jadi dongkol. “Apa yang mau ditabung? Sisa gaji yang diterima cuma anginnya saja, sudah habis bulan lalu. Coba anda jadi saya, pasti bokek juga,” katanya bersungut-sungut.
Dale Carnegie menegaskan, mengatur uang berarti mengatur diri sendiri. Apa yang anda perbuat dengan uang anda, itu urusan anda sendiri. Kalau mengatur uang yang kecil saja berantakan, apalagi mengatur yang besar. Pasti kacau. Semuanya berawal dari kebiasaan. Hidup boros atau hemat adalah masalah kebiasaan. Rajin menabung atau rajin membuang adalah masalah kebiasaan juga. Kebiasaan itulah yang membentuk sikap dan karakter. Kalau sudah menjadi karakter, maka sangatlah susah mengubahnya. Ibarat patung monyet yang tidak mungkin diubah menjadi patung dewi, kecuali dilebur. Masalahnya adalah apakah kebiasaan ngutang, ngemplang, hidup boros dan mewah yang kita lakukan itu sudah menjadi karakter atau belum, hanya kita sendirilah yang bisa menjawabnya.
Bekerja keras saja ternyata tidak cukup untuk menjadi mandiri dalam keuangan. Banyak orang yang telah bekerja keras berakhir gulung tikar, karena lupa menabung, salah investasi, berfoya-foya dan berjudi. Kalau kita tidak bijaksana dalam mengatur keuangan, maka siap-siaplah masuk ke neraka dunia dikejar hutang. Rencanakanlah pengeluaran anda dan catatlah kemana larinya uang anda. Apakah sudah sesuai dengan rencana, atau malah melenceng seratus delapan puluh derajat. Apakah kita sudah mencatat seluruh pengeluaran dan mengecek kembali serta tidak mengulangi melakukan pengeluaran yang tidak perlu. Atau malah melupakan dan benci melihat strok pembelian karena cuek atau malu dengan perlakuan yang bodoh dalam melakukan pembelian yang tidak perlu, karena tingkah kita seperti anak TK yang selalu merengek minta mainan baru, padahal mainan itu tidak diperlukan.
Di saat stress, kita lupa diri dan merasa aman dengan membeli banyak barang meski ngutang. Inilah penyakit orang dewasa yang sifat anak-anaknya masih terbawa, --ingin membeli banyak dengan dibelikan atau membayar sesuatu dengan uang kertas sobekan koran. Belanja itu bukan bermain atau main-main. Tapi sebuah keputusan untuk membeli karena keperluan dengan uang jerih payah. Kita harus bisa menimbang manfaat barang dan jasa sebelum membeli. Kita harus bisa mencatat segala pengeluaran. Kita harus bisa menabung terlebih dahulu baru mengeluarkannya. Kalau tidak, maka siap-siaplah hidup dalam kekurangan, khawatir dan tentu saja tidak bisa tidur. Bahkan banyak kasus perceraian dan bunuh diri terjadi karena masalah hutang. Banyak orang merasa pusing setelah gajinya naik, karena pengeluaran dan gaya hidupnya naik berkali lipat.
Kalau dipikir gampang, mungkin ini suatu gejala keanehan, bagaimana mungkin orang yang sudah naik gajinya justru hutangnya juga meningkat sampai menjadi bertambah miskin. Ibarat air kolam yang saluran pengisiannya ditambah debitnya, seharusnya kolam itu menjadi penuh dengan air sampai meluap, tapi kenapa kolam itu menjadi kering kerontang. Setelah dicek, ternyata kolam itu bocor besar, karena pondasinya lemah, tidak mampu menahan debit air kolam yang lebih besar. Fondasi kolam ibarat menejeman keuangan yang harus kuat. Jika menejemen keuangan rapuh, maka janganlah disalahkan seseorang atau organisasi menjadi bokek, karena lebih besar pasak daripada tiang, lebih besar pengeluaran daripada pendapatan. Menejemen keuangan mencakup perencanaan, penetapan tujuan dan manfaat, realisasi dan pengendalian diri untuk fokus pada tujuan. Janganlah berjudi atau hidup berfoya-foya. Hukum ini sudah jelas sebagai lubang kebocoran kas.
Hidup sederhana, bekerja keras dan menabung adalah kunci kesejahteraan. Untuk menjadi kaya seseorang harus bisa bekerja, untung dan menabung. Itu merupakan tiga hal yang sangat mudah diucapkan, tapi susah dilaksanakan. Peribahasa rajin pangkal kaya dan berdikit-dikit menjadi bukit sudah kita lupakan maknanya. Karena di zaman instan ini, banyak orang kaya muncul karena korupsi, banyak orang kaya mendadak karena penguasaan informasi atau teknologi. Sekali lagi, semuanya itu hanya mitos dan salah. Tidak ada orang yang kaya mendadak. Mereka berinvestasi jauh-jauh hari sebelum kaya. Banyak orang yang korupsi berakhir di bui atau hidup dalam pelarian.
Mungkin kita perlu menyimak perkataan Seneca berikut. “Jika anda masih belum puas dengan apa yang anda miliki sekarang, maka andapun tidak akan merasa puas walaupun dunia ini seluruhnya menjadi milik anda. Juga patut dicamkan, seandainya seluruh dunia menjadi milik kita, kita tetap makan tiga kali dan tidur di atas satu tempat tidur saja’’. Lantas, masihkah kita perlu membeli barang yang tidak kita perlukan, yang akhirnya membuat kita semakin senewen.
KPO/EDISI 154/JUNI 2008
Thanks for reading Mengatur Uang

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar