Home » » Pajak Belum Menunjang Ekonomi Negara

Pajak Belum Menunjang Ekonomi Negara

OLEH: INDAH WULANDARI
hadni_wulan@yahoo.co.id
Pajak selama ini seakan menjadi ‘momok’ bagi sebagian besar kalangan pengusaha. Kinerja para aparatur pajak masih menjadi sorotan. Pebisnis pun banyak mengeluhkan rumitnya prosedur penghitungan dan pengisian berbagai formulir perpajakan.
Seminar ‘’Pajak dan Dinamika Dunia Bisnis” yang diselenggarakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Prov. Bali serta Bali Journalist Organizer, Kamis lalu (22/5) di Inna Bali Hotel, Denpasar menghadirkan tiga tokoh mewakili pemerintah, akademisi, dan pengusaha. Kabid P2 Humas Kanwil Pajak Bali Tunggul Darmojuwono, SH, dosen FE Unud Dr Ketut Budiartha, SE, MSi,AK, serta dewan pertimbangan Kadin Bali Jaya Susila berusaha membuka keran komunikasi yang macet. Peran pajak dalam pembangunan nasional menjadi sorotan utama dalam diskusi ini.
Selama ini peran pajak dalam pembangunan nasional sebagai sumber pendanaan (budgeter) belum dioptimalkan. Padahal dari laporan keuangan, pemerintah mendapatkan total penerimaan pajak migas dan non migas sebesar Rp 173, 6 triliun selama Januari-April 2008. Tingkat pertumbuhan penerimaan pajak kuartal I tahun ini dibandingkan kuartal I tahun lalu mencapai 44,9% (sumber: www.depkeu.go.id). Potensi pajak yang besar tersebut ternyata belum dikelola dengan profesional sesuai kaidah perpajakan berstandar global. Tentu saja kondisi in berimbas terhadap beberapa pihak, khususnya para pengusaha berjaringan internasional. Sebagai pelaku bisnis, Jaya Susila sangat merasakan efek negatif akibat UU Perpajakan yang dipakai saat ini pelaksanaannya masih berkiblat pada tatanan nasional. ''Indonesia masih meminjam dana $2.3 miliar dari luar negeri karena belum memanfaatkan pajak sebagai sumber pendapatan. Kebijakan fiskal di Indonesia tak pernah digunakan karena pengusaha hanya sebagai objek," tegasnya. Akibat alur pengurusan pajak yang berbelit, direktur tiga perusahaan ini mengaku hampir kehilangan perusahaannya. Pajak efektif, imbuh Jaya, bila dikelola dan diatur daerah dengan manajemen modern agar berjalan dinamis sehingga fungsinya sebagai penggerak perekonomian terwujud. Menurutnya, jantung negara adalah pajak dan jantung pajak adalah dunia bisnis.
Pihak pemerintah yang diwakili Tunggul Darmojuwono, SH menjelaskan jika birokrasi yang rumit tadi telah diatasi dengan membentuk kantor pelayanan pajak satu atap di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan pengaturan pajak oleh daerah baru diberlakukan untuk pungutan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) dengan bagi hasil sebesar 20% untuk pemda. Disharmonisasi sistem perpajakan di Indonesia oleh berbagai institusi pajak pusat dan daerah (provinsi , kabupaten, Dati II) yang terjadi selama ini bisa menghambat laju bisnis. Reformasi perpajakan yang mengacu pada prinsip sistem pajak pro dunia bisnis dimana ada kesetaraan antara wajib pajak dan aparat pajak serta pengampunan pajak pun perlu segera dirancang. Reformasi tersebut juga mencakup modernisasi administrasi perpajakan yang mengutamakan layanan prima pada wajib pajak sebagai partner.
Dr Ketut Budiartha, SE, MSi,AK mengaitkan program CSR (corporate social responsibility) yang banyak diterapkan perusahaan lewat UU No 40 tahun 2007 dengan pungutan pajak. Menurut akuntan ini, secara ekonomis kegiatan CSR karena berbentuk sumbangan dan memerlukan biaya yang mengurangi laba bersih. Di sisi lain, perpajakan tak mengakui sumbangan tersebut sebagai pengurang penghasilan karena tak berhubungan dengan usaha mendapatkan, memelihara, dan menagih (3M) penghasilan (Pasal 9 UU PPh). Ia juga menambahkan perlunya merevisi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai cerminan biaya hidup bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) di saat harga BBM dan biaya lainnya melambung.
Thanks for reading Pajak Belum Menunjang Ekonomi Negara

« Previous
« Prev Post
Next »
Next Post »

0 komentar:

Posting Komentar