Sejumlah 31 benda budaya yang ada di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, kini resmi menjadi benda cagar budaya. Kepastian ini sesuai dengan surat penetapan benda cagar budaya dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BPPP) Mojokerto yang penandatanganan dilakukan oleh Kepala BPPP Mojokerto, I Made Kusumajaya, kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lamongan, Suwadji.
Penetapan benda budaya menjadi benda cagar budaya itu, setelah melalui penelitian dan riset dari Tim Peneliti dan Penilai Cagar Budaya BPPP Mojokerto.
Benda cagar budaya itu tersebar di delapan kecamatan, yakni Kecamatan Ngimbang, Sambeng, Mantup, Babat, Modo, Sugio, Bluluk, serta Kecamatan Lamongan (kota).
Sebagian besar benda cagar budaya itu, kata Suwadji, berbentuk prasasti, yakni ada 20 benda jenis prasasti. Kemudian lima unit berbentuk "Yoni", dua unit berbentuk Umpak, serta masing-masing satu unit berbentuk "Tempayan", Situs Punden Sentono, Genta, dan Situs Bluluk.
Menurut Suwadji, benda-benda cagar budaya itu merupakan warisan peninggalan nenek moyang dari berbagai zaman. Seperti prasasti yang berada di Desa Drujugurit, Kecamatan Ngimbang.
Prasasti yang terbuat dari batuan kapur (lime stone) ini diperkirakan berasal dari masa pemerintahan Raja Airlangga (awal abad XI). Prasasti ini berada di lahan persawahan milik warga setempat.
Tempayan yang berada di halaman Masjid Agung Lamongan juga ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Tempayan yang dibuat dari batuan andesit ini memiliki tinggi 42,5 sentimeter dengan diameter 78 sentimeter, dan memiliki dasar berbentuk silindrik yang ditanam ke dalam sebuah pondasi, katanya.
Sementara genta yang berada di Kantor Dinas Kebudayaan Pariwisata Lamongan yang terbuat dari bahan perunggu, juga dijadikan benda cagar budaya.
Genta ini berbentuk silindrik, melebar di bagian bawah dengan tepian membentuk dua tingkatan. Pada genta ini terdapat tulisan menggunakan aksara Jawa Baru yang menjelaskan tentang pembelian genta tersebut pada bulan Dulhijah, tahun Jimawal, atau tahun 1677.
Selain itu, ada juga prasasti yang oleh masyarakat Desa Sumbersari, Kecamatan Sambeng disebut sebagai "Watu/batu Sabuk". Hal ini karena 60 cm di atas dasar prasasti terdapat tonjolan mendatar dengan ukuran lebar 20 cm, dan tebal 35 cm mengelilingi batu prasasti seperti diikat.
Batu prasasti yang terbuat dari bahan batuan kapur ini berada di tengah perkebunan dekat Waduk, di Dusun Sempur.
Meski sudah ada 31 jenis benda budaya yang kini menjadi benda cagar budaya, namun, Pemkab Lamongan tetap berusaha mendata semua keberadaan benda-benda warisan budaya di Lamongan.
Ini dilakukan, agar keberadaan dan kondisi benda-benda itu dapat terus dipantau. Jumlahnya pun mencapai puluhan unit. Benda-benda itu sebagian besar berbentuk makam dan prasasti, termasuk makam Mbah Lamong, Mbah Sabilan, dan Mbah Punuk yang setiap tahun selalu menjadi bagian perayaan hari jadi Lamongan.
KORAN PAK OLES/EDISI 173/16-30 APRIL 2009
Penetapan benda budaya menjadi benda cagar budaya itu, setelah melalui penelitian dan riset dari Tim Peneliti dan Penilai Cagar Budaya BPPP Mojokerto.
Benda cagar budaya itu tersebar di delapan kecamatan, yakni Kecamatan Ngimbang, Sambeng, Mantup, Babat, Modo, Sugio, Bluluk, serta Kecamatan Lamongan (kota).
Sebagian besar benda cagar budaya itu, kata Suwadji, berbentuk prasasti, yakni ada 20 benda jenis prasasti. Kemudian lima unit berbentuk "Yoni", dua unit berbentuk Umpak, serta masing-masing satu unit berbentuk "Tempayan", Situs Punden Sentono, Genta, dan Situs Bluluk.
Menurut Suwadji, benda-benda cagar budaya itu merupakan warisan peninggalan nenek moyang dari berbagai zaman. Seperti prasasti yang berada di Desa Drujugurit, Kecamatan Ngimbang.
Prasasti yang terbuat dari batuan kapur (lime stone) ini diperkirakan berasal dari masa pemerintahan Raja Airlangga (awal abad XI). Prasasti ini berada di lahan persawahan milik warga setempat.
Tempayan yang berada di halaman Masjid Agung Lamongan juga ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Tempayan yang dibuat dari batuan andesit ini memiliki tinggi 42,5 sentimeter dengan diameter 78 sentimeter, dan memiliki dasar berbentuk silindrik yang ditanam ke dalam sebuah pondasi, katanya.
Sementara genta yang berada di Kantor Dinas Kebudayaan Pariwisata Lamongan yang terbuat dari bahan perunggu, juga dijadikan benda cagar budaya.
Genta ini berbentuk silindrik, melebar di bagian bawah dengan tepian membentuk dua tingkatan. Pada genta ini terdapat tulisan menggunakan aksara Jawa Baru yang menjelaskan tentang pembelian genta tersebut pada bulan Dulhijah, tahun Jimawal, atau tahun 1677.
Selain itu, ada juga prasasti yang oleh masyarakat Desa Sumbersari, Kecamatan Sambeng disebut sebagai "Watu/batu Sabuk". Hal ini karena 60 cm di atas dasar prasasti terdapat tonjolan mendatar dengan ukuran lebar 20 cm, dan tebal 35 cm mengelilingi batu prasasti seperti diikat.
Batu prasasti yang terbuat dari bahan batuan kapur ini berada di tengah perkebunan dekat Waduk, di Dusun Sempur.
Meski sudah ada 31 jenis benda budaya yang kini menjadi benda cagar budaya, namun, Pemkab Lamongan tetap berusaha mendata semua keberadaan benda-benda warisan budaya di Lamongan.
Ini dilakukan, agar keberadaan dan kondisi benda-benda itu dapat terus dipantau. Jumlahnya pun mencapai puluhan unit. Benda-benda itu sebagian besar berbentuk makam dan prasasti, termasuk makam Mbah Lamong, Mbah Sabilan, dan Mbah Punuk yang setiap tahun selalu menjadi bagian perayaan hari jadi Lamongan.
KORAN PAK OLES/EDISI 173/16-30 APRIL 2009
0 komentar:
Posting Komentar