OLEH: AGUS SALAM
bokashiok@yahoo.com
Makanan khas Betawi yang terbuat dari campuran ketan, kelapa parut, dan telur bebek ini, memang tak a
sing lagi bagi orang Jakarta. Sayang, untuk mendapatkan makanan ‘bang pitung’ ini agak susah. Kalau pas ulang tahun Jakarta di Kemayoran (areal sepanjang penyelenggaraan Pekan Raya Jakarta) tukang dagangnya baru pada nongol. Tapi kalau hari biasa, agak sulit. Paling-paling di ada di mall atau yang pasti ada di kampung Betawi Setu Babakan.
Kalau yang pasti, setiap hari pasti ada penjual kerak telor di Kampung Setu Babakan, tempat komunitas warga Betawi yang dilestarikan pemerintah DKI Jakarta.Tapi yang paling banyak pada hari Sabtu dan Minggu, karena pengunjung biasanya juga datang pada hari libur tersebut.
Bagi pedagang kerak telor, hari libur saat yang paling ditunggu. Karena pada hari itu omset mereka cukup lumayan. Kalau hari biasa, umumnya pedagang kerak telor hanya berjualan ditempat-tempat keramaian seperti depan mall dan itu pun omzetnya tidak terlampau banyak.
‘’Paling-paling dalam sehari hanya menghabiskan lima kilogram telur,’’ kata Rahmat (68) warga Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Di dunia perkerakteloran, dia tergolong senior karena telah berdagang makanan lezat itu sejak tahun 1980. Dia mengikuti jejak bapaknya dan kakeknya yang juga pedagang kerak telor.
Dulu Rahmat sering berjualan di Jakarta Fair Kemayoran. Selama berlangsungnya Jakarta Fair, Rahmat mengaku setiap hari bisa menghabiskan antara 3-5 kilogram telur per hari. Setiap kilogram telur bisa dibuat sekitar 15 porsi yang harganya Rp 5000 per porsi. ‘’Mungkin karena bisa berjualan setiap hari, banyak pedagang kerak telor dadakan yang ikut berjualan di arena Jakarta Fair,’’ katanya.
Sekarang karena sudah berumur, pria yang telah memiliki cucu ini, berjualan di Kampung Betawi Setu Babakan saja dan dekat dengan rumahnya. Terutama pada hari Sabtu dan Minggu serta hari libur nasional. Karena peminat kerak telor ini cukup banyak. ‘’Memang kalau mau jujur, jika ada even yang berhubungan dengan Betawi, masakan khas tempo doeloe ini, baru laku. Kalau dijual di tempat keramaian yang tidak ada hubungannya dengan event Betawi, agak susah lakunya,’’ kata Rahmat.
Sodikin yang juga pedagang kerak telor dan masih kerabat Rahmat juga mengakui, kerak telor ini, bukan makanan pokok atau makanan sehari-hari orang Betawi. Biasanya, kerak tolor ini disajikan sebagai makanan ringan. Atau dalam setiap ada perayaan, baik itu pesta perkawinan atau keramaian lainnya.
Nah, untuk menikmati kerak telor, coba saja datang ke kampung Betawi Setu Bebekan. Bahkan pengelola Kampung Betawi pernah menampilkan pembuatan kerak telur raksasa dengan diameter sekitar satu meter dan ketebalan lima sentimeter. Ukuran ini memang termasuk raksasa karena kerak telur biasanya hanya berdiameter sekitar 20 sentimeter dengan ketebalan setengah hingga satu sentimeter. Jika datang ke kampung Betawi, bisa menikmati kerak telur sambil dihibur oleh pertunjukan musik bernuansa Betawi, seperti tanjidor atau tari topeng Betawi.
bokashiok@yahoo.com
Makanan khas Betawi yang terbuat dari campuran ketan, kelapa parut, dan telur bebek ini, memang tak a
Kalau yang pasti, setiap hari pasti ada penjual kerak telor di Kampung Setu Babakan, tempat komunitas warga Betawi yang dilestarikan pemerintah DKI Jakarta.Tapi yang paling banyak pada hari Sabtu dan Minggu, karena pengunjung biasanya juga datang pada hari libur tersebut.
Bagi pedagang kerak telor, hari libur saat yang paling ditunggu. Karena pada hari itu omset mereka cukup lumayan. Kalau hari biasa, umumnya pedagang kerak telor hanya berjualan ditempat-tempat keramaian seperti depan mall dan itu pun omzetnya tidak terlampau banyak.
‘’Paling-paling dalam sehari hanya menghabiskan lima kilogram telur,’’ kata Rahmat (68) warga Srengseng Sawah, Jakarta Selatan. Di dunia perkerakteloran, dia tergolong senior karena telah berdagang makanan lezat itu sejak tahun 1980. Dia mengikuti jejak bapaknya dan kakeknya yang juga pedagang kerak telor.
Dulu Rahmat sering berjualan di Jakarta Fair Kemayoran. Selama berlangsungnya Jakarta Fair, Rahmat mengaku setiap hari bisa menghabiskan antara 3-5 kilogram telur per hari. Setiap kilogram telur bisa dibuat sekitar 15 porsi yang harganya Rp 5000 per porsi. ‘’Mungkin karena bisa berjualan setiap hari, banyak pedagang kerak telor dadakan yang ikut berjualan di arena Jakarta Fair,’’ katanya.
Sekarang karena sudah berumur, pria yang telah memiliki cucu ini, berjualan di Kampung Betawi Setu Babakan saja dan dekat dengan rumahnya. Terutama pada hari Sabtu dan Minggu serta hari libur nasional. Karena peminat kerak telor ini cukup banyak. ‘’Memang kalau mau jujur, jika ada even yang berhubungan dengan Betawi, masakan khas tempo doeloe ini, baru laku. Kalau dijual di tempat keramaian yang tidak ada hubungannya dengan event Betawi, agak susah lakunya,’’ kata Rahmat.
Sodikin yang juga pedagang kerak telor dan masih kerabat Rahmat juga mengakui, kerak telor ini, bukan makanan pokok atau makanan sehari-hari orang Betawi. Biasanya, kerak tolor ini disajikan sebagai makanan ringan. Atau dalam setiap ada perayaan, baik itu pesta perkawinan atau keramaian lainnya.
Nah, untuk menikmati kerak telor, coba saja datang ke kampung Betawi Setu Bebekan. Bahkan pengelola Kampung Betawi pernah menampilkan pembuatan kerak telur raksasa dengan diameter sekitar satu meter dan ketebalan lima sentimeter. Ukuran ini memang termasuk raksasa karena kerak telur biasanya hanya berdiameter sekitar 20 sentimeter dengan ketebalan setengah hingga satu sentimeter. Jika datang ke kampung Betawi, bisa menikmati kerak telur sambil dihibur oleh pertunjukan musik bernuansa Betawi, seperti tanjidor atau tari topeng Betawi.


0 komentar:
Posting Komentar