OLEH: Hernawardi
GERIMIS hujan di sore hari saat memasuki Desa Sukarara, Kecamatan Jonggat, Kabupaten Lombok Tengah. Meski kondisi cuaca akhir-akhir ini tidak bersahabat, nam
un tidak menyurutkan semangat berkreatifitas bagi sebagian besar para perajin yang umumnya bermata pencaharian sebagai penenun di desa yang menjadi andalan indstri kerajinan tradisional di Lombok ini.
un tidak menyurutkan semangat berkreatifitas bagi sebagian besar para perajin yang umumnya bermata pencaharian sebagai penenun di desa yang menjadi andalan indstri kerajinan tradisional di Lombok ini. Di setiap sudut desa, hingga masuk ke kolong-kolong balai kecil di desa ini tak satupun ditemukan warga yang tidak larut dalam aktivitasnya “nyensek” (menenun, red). Terutama kaum remaja bahkan anak-anak yang menginjak remajapun sudah lihai nyesek. Itulah Desa Sukarara, yang dulunya tak begitu digubris dan hilang dari catatan harian masyarakat, apalagi pemerintah. Kini sudah tersulap menjadi desa kerajinan tenun yang sudah menasional, bahkan mendunia. Mendunia, karena banyak wisatawan yang tidak lupa menyempatkan dirinya untuk singgah di desa yang jaraknya cuma sekilo dari Desa Puyung, Lombok Tengah ini.
Ikon motif tradisional bercorak khas Lombok tetap menjadi torehan utama pada produksi pertenunan Lombok. Katakanlah motif bangunan khas Lombok yang disebut “lumbung” dan goresan-goresan bernuansa lebih banyak berbicara ketimbang mengusung tekstur kehidupan modern. Itulah barangkali yang menjadi magnet yang menarik para konsumen lokal maupun luar negeri.
Umumnya kain tenun buatan Sukarara ini disebut “Subahnala” dengan berbagai ragam rias tenun tradisional maupun kreasi baru antara lain, kain sarung, kembang komak, ragi genap, tapo kemalo, ikat pinggang dan lain-lain. Selanjutnya muncul kain tenun dalam bermacam
ragam rias seperti penginang, taman rengganis, taman raksasa, remawa dan wayang. Berbagai macam motif yang variatif dari produksi tenun ini tetap dikerjakan secara tradisonal. Makanya tenun Sukarara lebih akrab disebut Songket atau Tenun Gedogan khas Sukarara. UD Selamet Riady di Jalan Tenun, Cakranegara, Lombok misalnya masih tetap eksis hingga sekarang. Padahal usaha tenun ikat ini merupakan usaha turun temurun dari keluarga sejak tahun 1967. “Meski omzet penjualan saat ini jauh menurun dibangdingkan dengan dibawah tahun 2000 lalu, namun kami tetap memproduksi. Kami masih sayang terhadap tenaga kerja kami yang sudah puluhan tahun bersama kami bekerja di sini. Mereka kami anggap seperti keluarga kami sendiri,” tukas Darnay, penangung jawab UD Selamet Riady ini.Selamet Riady juga melakukan
kemitraan kerjasama dengan perajin-perajin tenun yang ada di desa. Misalnya membantu bahan benang dengan motif yang diinginkan Selamet Riady untuk digunakan masyarakat Desa Bunmudrak, Lombok Tengah. Karya Slamet Riady kualitas inovatif seperti rayon, katun, sutra, setengah sutra. Namun bahan-bahannya masih didatangkan dari Jawa. Dari hasil tenun produksi Selamet Riady bisa menghasilkan jenis tenun selendang, bahan baju, sarung, selimut, spray dan lain sebagainya.Proses pembuatan sokengket bisa memakan waktu hingga sebulan lebih. Tenun ikat lain lagi. Untuk bisa menjadi kain membutuhkan 16 kali proses. “Supaya lebih bermanfaat dan berkat, karyawan kami selalu anjurkan memulai pengerjaannya dengan berdoa,” kata Darnay.
Umumnya kain tenun buatan Sukarara ini disebut “Subahnala” dengan berbagai ragam rias tenun tradisional maupun kreasi baru antara lain, kain sarung, kembang komak, ragi genap, tapo kemalo, ikat pinggang dan lain-lain. Selanjutnya muncul kain tenun dalam bermacam
ragam rias seperti penginang, taman rengganis, taman raksasa, remawa dan wayang. Berbagai macam motif yang variatif dari produksi tenun ini tetap dikerjakan secara tradisonal. Makanya tenun Sukarara lebih akrab disebut Songket atau Tenun Gedogan khas Sukarara. UD Selamet Riady di Jalan Tenun, Cakranegara, Lombok misalnya masih tetap eksis hingga sekarang. Padahal usaha tenun ikat ini merupakan usaha turun temurun dari keluarga sejak tahun 1967. “Meski omzet penjualan saat ini jauh menurun dibangdingkan dengan dibawah tahun 2000 lalu, namun kami tetap memproduksi. Kami masih sayang terhadap tenaga kerja kami yang sudah puluhan tahun bersama kami bekerja di sini. Mereka kami anggap seperti keluarga kami sendiri,” tukas Darnay, penangung jawab UD Selamet Riady ini.Selamet Riady juga melakukan
kemitraan kerjasama dengan perajin-perajin tenun yang ada di desa. Misalnya membantu bahan benang dengan motif yang diinginkan Selamet Riady untuk digunakan masyarakat Desa Bunmudrak, Lombok Tengah. Karya Slamet Riady kualitas inovatif seperti rayon, katun, sutra, setengah sutra. Namun bahan-bahannya masih didatangkan dari Jawa. Dari hasil tenun produksi Selamet Riady bisa menghasilkan jenis tenun selendang, bahan baju, sarung, selimut, spray dan lain sebagainya.Proses pembuatan sokengket bisa memakan waktu hingga sebulan lebih. Tenun ikat lain lagi. Untuk bisa menjadi kain membutuhkan 16 kali proses. “Supaya lebih bermanfaat dan berkat, karyawan kami selalu anjurkan memulai pengerjaannya dengan berdoa,” kata Darnay.(Ket. foto: Tenunan songket khas Lombok)


0 komentar:
Posting Komentar