OLEH: INDAH WULANDARI
hadni_wu

Semangat pelestarian alam dan budaya lokal melingkupi

‘’Tujuan acara ini melestarikan alam, budaya, dan merekatkan tali silaturahmi fans radio Hexon 92.8 FM,” ujar ketua panitia Ketut Bimbo. Peserta yang kebanyakan berdomisili di sekitar Bengkel, Banyuatis, Gunungsari, Banyuputih, dan Gobleg tersebut dinilai dua orang juri dari Busungbiu dan Gerokgak. Masing-masing pasangan harus memenuhi kriteria ketat.
Kesenian yang selalu dilakukan dua orang ini menilai Pangwacen (penyanyi) dari segi Tikas (penampilan), Swara (suara), Guru Lagu, Onaken (ucapan) serta Raras (ekspresi). Sedangkan Peneges (pembahas) dinilai dari Tikas, Teges(terjemahan), Sor unggah-ungguh (kebenaran bahasa), Kelengutan (pembawaan irama), dan Raras. Selang dua jam kemudian, diumumkan nama-nama pemenang, diantaranya pada kelompok dharma gita putri pasangan


Bersamaan dengan acara kompetisi tersebut, buku Geguritan EM Bokashi karya Ir I Gusti Ketut Riksa, staf ahli PT Songgolangit Persada diluncurkan. Buku tentang aplikasi teknologi EM (effective microorganisms) setebal 100 halaman ini dibagikan kepada seluruh undangan dan peserta yang


Dirut PT Songgolangit Persada Dr Ir GN Wididana, M.Agr menjelaskan, buku dan acara tersebut dilaksanakan berbarengan karena ada sebuah keterkaitan. Hal ini, sebut Wididana, sebagai pertanggungjawaban perusahaan dalam bentuk CSR (corporate social responsibility) bagi masyarakat dalam bentuk pelestarian lingkungan. Aplikasinya dengan membangun wilayah pedesaan sebagai model pertanian industri yang menggabungkan aspek sosial budaya sebagai kearifan lokal.
Reformasi Pertanian Dalam Sentilan Riksa
Sebuah tujuan
filosofi dan teknologi jarang sekali bisa seiring berjalan. Ir Gusti Ketut Riksa bisa mengeksplorasi dan memadupadankan kedua ide tersebut dalam sebuah buku tentang aplikasi teknologi EM, Geguritan EM Bokashi. 
Buku yang baru sebulan diluncurkan ini berani tampil beda. Bahasa pengantar serta penyampaiannya berkarakter khas lokal Bali. Seni khas geguritan (prosa lagu) berakar dari bahasa Kawi (Jawa kuno). Namun, pemikiran yang terkandung di dalamnya tidaklah kuno. ‘’Buku ini berisi filosofi dan informasi teknis teknologi EM untuk reformasi pertanian yang ilmiah, aplikatif dan gaul sekaligus melestarikan dan memperkenalkan geguritan bagi anak muda,” jelas Riksa.
Pria kelahiran Alasangker, Buleleng ini juga ingin menampilkan nuansa klasik dalam perusahaan yang menaunginya, PT Songgolangit Persada. Potongan kalimat-kalimat se
derhana sengaja dipilih agar isinya mudah dipahami para pembaca yang didominasi para petani. Sasaran pembaca yang lebih luas juga akan dibidik dengan membagikan 2000 eksemplar buku secara cuma-cuma untuk kalangan birokrat, akademisi, LSM, dan masyarakat awam. Kritisi dari para pembaca memang sangat diharapkan sang penulis. Pasalnya, banyak sekali pemikiran Riksa yang menyentil beberapa pihak agar segera melakukan revolusi pertanian. Kepedulian Riksa terbentuk da
ri pengamatan yang cermat terhadap kondisi pertanian saat ini yang telah mengalami banyak kemunduran akibat kegiatan pertanian modern berbasis kimia. Mantan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Bangli ini coba membuka pandangan publik bahwa EM adalah ilmu pengetahuan tingkat tinggi berbiaya murah, ramah lingkungan, mudah aplikasinya, dan hemat energi.
Bagi pembaca yang tidak menguasai bahasa Bali
, buku ini memuat pula panduan gambar sederhana sarat analisis ilmiah, informasi, dan kaidah pengetahuan. Visi ke depan teknologi ini untuk mengurangi kepunahan makhluk diibaratkan Riksa bak tirta sanjiwani (air suci) yang membersihkan alam beserta isinya dari penyakit, bau busuk serta residu kimia. Secara ilmiah, EM mensintesa berbagai zat patogen menjadi zat-zat bioaktif yang berguna. Dari segi filosofi, zat aktif EM dapat menyerap energi kehidupan sehingga orang yang menyerap energi positif bisa mentransfer energi prana bagi sekelilingnya.
Pembaca, khususnya orang Bali akan merasakan esensi tajam dan cerdas yang dikemas khas sastra lisan lokal. Muncul sebuah harapan serta kerinduan terhadap penyelenggaraan sektor agraris tradisional yang lenyap sejak 38 tahun lalu. Riksa menilai peran aktif pemerintah dalam pemberian subsidi pupuk organik sebagai sebuah harapan 10 tahun kelak.


Buku yang baru sebulan diluncurkan ini berani tampil beda. Bahasa pengantar serta penyampaiannya berkarakter khas lokal Bali. Seni khas geguritan (prosa lagu) berakar dari bahasa Kawi (Jawa kuno). Namun, pemikiran yang terkandung di dalamnya tidaklah kuno. ‘’Buku ini berisi filosofi dan informasi teknis teknologi EM untuk reformasi pertanian yang ilmiah, aplikatif dan gaul sekaligus melestarikan dan memperkenalkan geguritan bagi anak muda,” jelas Riksa.
Pria kelahiran Alasangker, Buleleng ini juga ingin menampilkan nuansa klasik dalam perusahaan yang menaunginya, PT Songgolangit Persada. Potongan kalimat-kalimat se

Bagi pembaca yang tidak menguasai bahasa Bali
Pembaca, khususnya orang Bali akan merasakan esensi tajam dan cerdas yang dikemas khas sastra lisan lokal. Muncul sebuah harapan serta kerinduan terhadap penyelenggaraan sektor agraris tradisional yang lenyap sejak 38 tahun lalu. Riksa menilai peran aktif pemerintah dalam pemberian subsidi pupuk organik sebagai sebuah harapan 10 tahun kelak.
(Ket. foto: Ir Ketut Riksa menulis buku berdasarkan pengalamannya menjadi instruktur pelatihan pertanian organik berbasis teknologi EM di Institut Pengembangan Sumber Daya Alam (IPSA), Desa Bengkel, Busungbiu, Buleleng)
0 komentar:
Posting Komentar